filmov
tv
Cara Mudah Penyelesaian sengketa tanah ke BPN berdasarkan Permen ATR/BPN 21/2020
Показать описание
Permen ATR/BPN 21/2020 tersebut dijelaskan bahwa kasus pertanahan meliputi:
1. Sengketa pertanahan, yaitu perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas;
2. Konflik pertanahan, yaitu perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas;
3. Perkara pertanahan, yaitu perselisihan tanah yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.
3 klasifikasi kasus sengketa dan konflik pertanahan:[5]
a. Kasus Berat, yaitu kasus yang melibatkan banyak pihak, mempunyai dimensi hukum yang kompleks, dan/atau berpotensi menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan;
b. Kasus Sedang, yaitu kasus antar pihak yang dimensi hukum dan/atau administrasinya cukup jelas yang jika ditetapkan penyelesaiannya melalui pendekatan hukum dan administrasi tidak menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan;
c. Kasus Ringan, yaitu kasus pengaduan atau permohonan petunjuk yang sifatnya teknis administratif dan penyelesaiannya cukup dengan surat petunjuk penyelesaian kepada pengadu atau pemohon.
Alur Penanganan sengketa tanah
Pertama-tama, pengaduan yang berasal dari perorangan, kelompok masyarakat, badan hukum, instansi pemerintah atau unit teknis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (“Kementerian”), Kantor Wilayah (tingkat provinsi) dan Kantor Pertanahan (tingkat kabupaten/kota) diajukan melalui loket penerimaan surat pengaduan, loket penerimaan pengaduan secara langsung, atau lewat daring kepada Kementerian, Kantor Wilayah, dan/atau Kantor Pertanahan.
Selanjutnya terhadap pengaduan dilakukan kajian untuk menentukan apakah pengaduan tersebut termasuk kasus atau bukan kasus. Apabila termasuk kasus maka dientri dalam sistem informasi penanganan kasus.
Selanjutnya, berikut ini adalah urutan tahapan penanganan sengketa dan konflik pertanahan:[
a. pengkajian kasus;
b. gelar awal;
c. penelitian;
d. ekspos hasil penelitian;
e. rapat koordinasi;
f. gelar akhir; dan
g. penyelesaian kasus.
Jika sebuah kasus diklasifikasikan sebagai kasus sedang atau ringan, penanganan sengketa dan konflik pertanahan dapat dilakukan tanpa melalui semua tahapan di atas.
Untuk memperjelas, kami akan uraikan secara singkat penjelasan tahapan demi tahapan di atas.
Pertama, pengkajian kasus dilakukan untuk memudahkan memahami kasus yang ditangani dan dituangkan dalam bentuk telaahan staf yang memuat judul, pokok permasalahan, riwayat kasus, data atau dokumen yang tersedia, klasifikasi kasus, dan hal lain yang dianggap penting.[11]
dari hasil pengkajian kasus dijadikan dasar melaksanakan
Tahapan kedua yaitu gelar kasus awal,[12] yang bertujuan untuk:[13]
a. menentukan instansi atau lembaga atau pihak-pihak yang mempunyai kewenangan dan/atau kepentingan terkait kasus yang ditangani;
b. merumuskan rencana penanganan;
c. menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan;
d. menentukan data yuridis, data fisik, data lapangan dan bahan yang diperlukan;
e. menyusun rencana kerja penelitian; dan
f. menentukan target dan waktu penyelesaian.
Hasilnya dibuatkan notula (ringkasan gelar awal) yang ditandatangani notulis,[14] yang kemudian menjadi dasar untuk:[15]
a. menyiapkan surat kepada instansi lain untuk menyelesaikan jika kasus merupakan kewenangan instansi lain;
b. menyiapkan surat kepada Kepala Kantor Wilayah dan/atau Kepala Kantor Pertanahan untuk melaksanakan penanganan dan penyelesaian kasus;
c. menyiapkan tanggapan atau jawaban kepada pengadu; atau
d. menyiapkan kertas kerja penelitian sebagai dasar melaksanakan penelitian.
Ketiga,melakukan penelitian kemudian dilakukan oleh petugas penelitian untuk mengumpulkan data fisik, data yuridis, data lapangan, dan/atau bahan keterangan.Hasil penelitian tersebut kemudian dibuatkan kajian dan dituangkan dalam bentuk laporan hasil penelitian.
Keempat, atas laporan hasil penelitian dilakukan ekspos hasil penelitian untuk menyampaikan data/bahan keterangan yang menjelaskan status hukum produk hukum maupun posisi hukum masing-masing pihak. Ekspos ini dituangkan dalam berita acara berisikan kesimpulan dan rekomendasi.
Kelima, rapat koordinasi dilaksanakan untuk mendapat masukan ahli atau instansi/lembaga terkait yang berkompeten dan menghasilkan kesimpulan berupa penyelesaian kasus atau rekomendasi/petunjuk masih diperlukan data atau bahan keterangan tambahan untuk sampai pada kesimpulan penyelesaian kasus.
Keenam, gelar akhir dilakukan guna mengambil keputusan penyelesaian kasus yang akan dilakukan oleh Menteri, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pertanahan, dan dituangkan dalam berita acara gelar akhir.
1. Sengketa pertanahan, yaitu perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas;
2. Konflik pertanahan, yaitu perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas;
3. Perkara pertanahan, yaitu perselisihan tanah yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.
3 klasifikasi kasus sengketa dan konflik pertanahan:[5]
a. Kasus Berat, yaitu kasus yang melibatkan banyak pihak, mempunyai dimensi hukum yang kompleks, dan/atau berpotensi menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan;
b. Kasus Sedang, yaitu kasus antar pihak yang dimensi hukum dan/atau administrasinya cukup jelas yang jika ditetapkan penyelesaiannya melalui pendekatan hukum dan administrasi tidak menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan;
c. Kasus Ringan, yaitu kasus pengaduan atau permohonan petunjuk yang sifatnya teknis administratif dan penyelesaiannya cukup dengan surat petunjuk penyelesaian kepada pengadu atau pemohon.
Alur Penanganan sengketa tanah
Pertama-tama, pengaduan yang berasal dari perorangan, kelompok masyarakat, badan hukum, instansi pemerintah atau unit teknis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (“Kementerian”), Kantor Wilayah (tingkat provinsi) dan Kantor Pertanahan (tingkat kabupaten/kota) diajukan melalui loket penerimaan surat pengaduan, loket penerimaan pengaduan secara langsung, atau lewat daring kepada Kementerian, Kantor Wilayah, dan/atau Kantor Pertanahan.
Selanjutnya terhadap pengaduan dilakukan kajian untuk menentukan apakah pengaduan tersebut termasuk kasus atau bukan kasus. Apabila termasuk kasus maka dientri dalam sistem informasi penanganan kasus.
Selanjutnya, berikut ini adalah urutan tahapan penanganan sengketa dan konflik pertanahan:[
a. pengkajian kasus;
b. gelar awal;
c. penelitian;
d. ekspos hasil penelitian;
e. rapat koordinasi;
f. gelar akhir; dan
g. penyelesaian kasus.
Jika sebuah kasus diklasifikasikan sebagai kasus sedang atau ringan, penanganan sengketa dan konflik pertanahan dapat dilakukan tanpa melalui semua tahapan di atas.
Untuk memperjelas, kami akan uraikan secara singkat penjelasan tahapan demi tahapan di atas.
Pertama, pengkajian kasus dilakukan untuk memudahkan memahami kasus yang ditangani dan dituangkan dalam bentuk telaahan staf yang memuat judul, pokok permasalahan, riwayat kasus, data atau dokumen yang tersedia, klasifikasi kasus, dan hal lain yang dianggap penting.[11]
dari hasil pengkajian kasus dijadikan dasar melaksanakan
Tahapan kedua yaitu gelar kasus awal,[12] yang bertujuan untuk:[13]
a. menentukan instansi atau lembaga atau pihak-pihak yang mempunyai kewenangan dan/atau kepentingan terkait kasus yang ditangani;
b. merumuskan rencana penanganan;
c. menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan;
d. menentukan data yuridis, data fisik, data lapangan dan bahan yang diperlukan;
e. menyusun rencana kerja penelitian; dan
f. menentukan target dan waktu penyelesaian.
Hasilnya dibuatkan notula (ringkasan gelar awal) yang ditandatangani notulis,[14] yang kemudian menjadi dasar untuk:[15]
a. menyiapkan surat kepada instansi lain untuk menyelesaikan jika kasus merupakan kewenangan instansi lain;
b. menyiapkan surat kepada Kepala Kantor Wilayah dan/atau Kepala Kantor Pertanahan untuk melaksanakan penanganan dan penyelesaian kasus;
c. menyiapkan tanggapan atau jawaban kepada pengadu; atau
d. menyiapkan kertas kerja penelitian sebagai dasar melaksanakan penelitian.
Ketiga,melakukan penelitian kemudian dilakukan oleh petugas penelitian untuk mengumpulkan data fisik, data yuridis, data lapangan, dan/atau bahan keterangan.Hasil penelitian tersebut kemudian dibuatkan kajian dan dituangkan dalam bentuk laporan hasil penelitian.
Keempat, atas laporan hasil penelitian dilakukan ekspos hasil penelitian untuk menyampaikan data/bahan keterangan yang menjelaskan status hukum produk hukum maupun posisi hukum masing-masing pihak. Ekspos ini dituangkan dalam berita acara berisikan kesimpulan dan rekomendasi.
Kelima, rapat koordinasi dilaksanakan untuk mendapat masukan ahli atau instansi/lembaga terkait yang berkompeten dan menghasilkan kesimpulan berupa penyelesaian kasus atau rekomendasi/petunjuk masih diperlukan data atau bahan keterangan tambahan untuk sampai pada kesimpulan penyelesaian kasus.
Keenam, gelar akhir dilakukan guna mengambil keputusan penyelesaian kasus yang akan dilakukan oleh Menteri, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pertanahan, dan dituangkan dalam berita acara gelar akhir.
Комментарии