Kupas Tuntas Hukum Tahlilan 3 Hari, 7 Hari menurut NU || K.H Sugiyanto

preview_player
Показать описание

Рекомендации по теме
Комментарии
Автор

Sebetulnya yang bersangkutan (Sugianto) juga sudah minta maaf atas kesalahannya, termasuk kedustaannya mengaku sebagai ini itu dan penjelasannya di Youtube. Biasa ya, memang sesuatu itu kalau dijelaskan bukan ahlinya maka yang terjadi adalah kesalahan. Jangankan kitab-kitab ulama, AlQuran saja apabila dijelaskan orang yang bukan ahlinya juga bisa fatal.

Penjelasan Sugianto dalam meratapi mayit yang *digeneralisir dengan tahlilan* itu pun juga bisa tidak tepat. Sebab meratapi mayit itu budaya yang universal dihampir semua budaya. Di zaman dulu (bahkan th 1970-an di desa-desa masih banyak), kumpul-kumpul “meratapi” keluarrga mayit itu hal biasa (maklum banyak yang belum mengenal agama) -- kebiasaan pada umumnya kalau ada keluarga meninggal pasti pada menangis (meratapi) dari pihak keluarga dan tetangga – terutama biasanya yang perempuan-perempuan. Itu ternyata tidak hanya terjadi di Jawa, tetapi memang tampaknya sudah hal umum dimana-mana secara sosial (kekerabatan) temp doeloe. Jadi budaya kumpul-kumpul “meratapi” orang meninggal baik dari pihak keluarga & tetangga terdekat itu sebetulnya budaya “alamiah” yang bisa terjadi dimanapun di zaman dulu pada masyarakat tradisional. INI SEBETULNYA YANG DILARANG dalam agama.
 
Adapun kalaupun kemudian zaman berkembang lalu bergeser menjadi "mendoakan" (masalahnya pihak keluarga yang biasanya "mengunduh", "memanfaatkan" alias minta bantuan orang banyak/tetangga sekitar untuk mendoakan itu lho?) -- biasanya dengan kalimah dzikir umum yang biasa disebut dengan "tahlilan" seperti yang sekarang sering kita dengar.
 
Lalu muncul pendapat-pendapat yang menjurus khilafiyah. Sebagian ulama berpendapat adanya dalil sampainya sedekah pahala (kirim, hadiah) pahala/doa kepada yang meninggal, sebagian yang lain menolak. Jadi dalam hal ini  kalau tahlilan itu ditujukan keluarga meninggal sebetulnya topiknya "doa atau sedekah kirim-hadiah pahala"- (bukan lagi kumpul2 meratapi, menangisi dll). Maksud utamanya “bukan tradisi” tetapi “menolong orang tua” dengan doa kirim sedekah pahala, jadi bagi si anak dianggapnya itu penting dalam keluarga sebagai bentuk kebaktian (berbakti) setelah orang tua meninggal.
 
Dizaman Imam Syafii pun kenduri untuk orang meninggal BELUM ADA ya, cuma yang diharamkan beliau kumpul-kumpul meratapi mayitnya itu. Adapun kalau bacaan dzikir kalimah tahlilannya itu di zaman Imam Syafii sudah dianggap dzikir-dzikir  umum dengan berbagai bentuk walaupun urutannya tidak sama persis.
 
Tentang "DALIL- DALIL" hadiah sedekah pahala (kirim pahala) -- termasuk sedekah membaca dzikir dan harta kepada mayit atau orang tua yang sudah meninggal biasanya digunakan :

Kisah-1; “Seorang lelaki datang kepada Nabi saw. dan berkata: Ibuku telah mati mendadak, dan tidak berwasiat dan saya kira sekiranya ia sempat bicara, pasti akan bersedekah, apakah ada pahala baginya jika Aku bersedekah untuknya? Jawab Nabi saw: Ya.’ (HR.Bukhori, Muslim dan Nasa’i)

Kisah-2; “Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulallah saw.: ‘Ayah saya meninggal dunia, dan ada meninggalkan harta serta tidak memberi wasiat. Apakah dapat menghapus dosanya bila saya sedekahkan?’ Nabi saw. menjawab : Dapat!” (HR Ahmad, Muslim dan lain-lain).

Kisah-3; “Ibu Saad bin Ubadah meninggal dunia disaat dia (Saad bin Ubadah) sedang tidak ada ditempat. Maka berkatalah ia : ‘Wahai Rasulallah! Sesungguhnya ibuku telah wafat disaat aku sedang tidak ada disisinya, apakah ada sesuatu yang bermanfaat untuknya jika aku sedekahkan? Nabi menjawab; Ya ! Berkata Sa’ad bin Ubadah : Saya persaksikan kepadamu (wahai Rasulallah) bahwa kebun kurma saya yang sedang berbuah itu sebagai sedekah untuknya’.” (HR Bukhori, Turmudzi dan Nasa’i)

Kisah-4; “Bahwa Nabi saw.pernah mendengar seorang laki-laki berkata: Labbaik an Syubrumah (Ya Allah, saya perkenankan perintahMu untuk si Syubrumah). Nabi bertanya: Siapa Syubrumah itu? Dia menjawab : Saudara saya atau teman dekat saya. Nabi bertanya: Apakah engkau sudah berhaji untuk dirimu? Dia menjawab: belum! Nabi bersabda: Berhajilah untuk dirimu kemudian berhajilah (pahalanya) untuk Syubrumah ! ”. (HR.Abu Daud).

Kisah-5; Kisah dua anak yatim dari orangtua yang sholeh, sebagaimana termaktub surat Al-Kahfi:82. Itu pun sepenuhnya merupakan manfaat yang diperoleh dari orang lain, bukan dari amal kebajikan dua anak yatim itu sendiri.

Kisah-6; Rasulallah saw menangguhkan sholat mayyit bagi orang yang wafat dalam keadaan berhutang hingga hutangnya dilunasi oleh orang lain, seperti yang dilakukan oleh Qatadah ra dan Imam Ali bin Abi Thalib ra. Itupun merupakan kenyataan bahwa manfaat dapat di peroleh dari amal kebajikan orang lain.

Kisah-7; Anak-anak orang mukmin (yang wafat dalam keimanan) akan masuk surga dengan amal bapak mereka (yang mukmin) dan ini juga berarti mengambil manfaat semata-mata amal orang lain. (QS at-Thur : 21).

Kisah-8; Orang yang duduk dengan ahli dzikir akan diberi rahmat (ampunan) dengan berkah ahli dzikir itu sedangkan dia bukanlah diantara mereka dan duduknya itupun bukan untuk dzikir melainkan untuk keperluan tertentu, maka nyatalah bahwa orang itu telah mengambil manfaat dengan amalan orang lain. (HR Bukhori, Muslim dari Abu Hurairah).

Kisah-9; Shalat untuk mayyit (baca: sholat jenazah) dan berdo’a untuk si mayyit didalam shalat ini, adalah pemberian syafa'at untuk mayyit dengan shalatnya itu, ini juga pengambilan manfaat dengan amalan orang lain yang masih hidup.

Kisah-10; Para periwayat hadits seperti Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, memasukkan hadits ini dengan judul  Bab Wushul Tsawab Ash Shadaqat Ilal Mayyit (Bab: Sampainya pahala Sedekah kepada Mayit). Imam An Nasa’i dalam kitab Sunannya memasukkan hadits ini dengan judul Bab Fadhlu Ash Shadaqat ‘anil Mayyit (Bab: Keutamaan Bersedekah Untuk Mayyit). Imam Al Bukhari dalam kitab Shahih-nya dengan judul Bab Maa Yustahabu Liman Tuwufiya Fuja’atan An Yatashaddaquu Anhu wa Qadha’i An Nudzur ‘anil Mayyit (Bab: Apa saja yang dianjurkan bagi yang wafat tiba-tiba, bersedekah untuknya, dan memenuhi nazar si mayyit).
 
Kisah-11; disebutkan Nabi SAW pernah melewati  kuburan, lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya dua mayat ini sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencingnya, sedang yang lainnya ia dahulu suka mengadu domba”. Kemudian beliau meminta pelepah kurma yang masih basah dan dibelahnya menjadi dua. Setelah itu beliau menancapkan salah satunya pada sebuah kuburan dan yang satunya lagi pada kuburan yang lain seraya bersabda: “Semoga pelepah itu dapat meringankan siksanya, selama belum kering”(HR. Bukhari, Muslim). Bukankah di al-Quran juga disebutkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu selalu bertasbih kepada Allah hanya manusia tidak mendengarnya? Pengarang Tafsir al-Qur`an Al-Qurthubi mengatakan : “Ulama kita menjelaskan, kalau tasbihnya kayu saja (pelepah kurma)  dapat meringankan azab kubur (bermanfaat kepada mayat), maka apalagi bacaan al-qur’an yang dilakukan oleh seorang mukmin?.”

Kisah-12;  “Sesungguhnya setiap tasbih adalah sadaqah, setiap takbir sadaqah, setiap tahmid sadaqah dan setiap tahlil adalah sadaqah. (H.R. Muslim).

Bukankah dalam tahlilan itu isinya mencakup semuanya: ya shadaqoh harta yang dikeluarkan, ya shadaqoh bacaan Quran, ya shadaqah bacaan tasbih, shadaqah bacaan takbir, shadaqah bacaan tahmid, shadaqah bacaan tahlil dll???

HaryantoSMPPaliyanGK
Автор

1. KYAI SHOLEH DARAT TAHLILAN.
Kutipan Sugianto tentang tahlilan di kitab KH. Sholeh Darat diatas apabila tidak dijelaskan bisa menimbulkan salah tafsir, karena kaitannya dengan anak-anak kecil yang ditinggal mati oleh keluarganya itu. Itulah yang diharamkamkan bila hartanya dipakai untuk tahlilan. Kyai Sholeh Darat sendiri kalau kita baca biografinya juga sering diundang masyarakat memimpin tahlilan. Saya kira peninggalan pondok pesantren beliau juga ada dan masyarakat sekitar di daerah Darat Semarang beliau tinggal adalah saksi dan sumber primer yang bisa kita jadikan rujukan yang shahih. Haulnya sampai sekarang di pondok Kyai Shaleh Darat juga sering tahlilan. Ini adalah penjelas dari kesalahan tafsir diatas yang dibaca tidak lengkap.

Memahami teks tulisan Kyai Shaleh Darat kalau dipenggal atau mbacanya tidak teliti dengan yang dimaksud pengarangnya maka artinya bisa bergeser. Misalnya, tentang anak yatim yang ditinggal mati orang tuanya -- kalimat penggalan diatas yang dibacakan bahwa keluarga yang meninggal dengan meninggalkan anak kecil-kecil (beban tanggungan keluarga) --- bisa langsung disimpulkan bahwa hal demikian lebih *wajib* menyedekahi untuk mengurus anak kecil yang ditinggalkan daripada shadaqah mayit 3, 7, 40, dan seterusnya. Bahkan menjadi haram shodaqohnya kalau dipaksakan.

Kyai Shaleh Darat itu kecuali ulama tasawuf tetapi juga ahli fikh. Tinjauan yang dibahas diatas dikaitkan dengan ilmu fikh bahwa shadaqah itu bila hanya dalam "keadaan ada" atau mampu. Dalam kaidah ilmu fikh dikatakan, _"Dahulukan yang wajib, sebelum yang anjuran. "_ Shadaqah itu hanya anjuran. Sabda Nabi, _"Sedekah terbaik adalah sedekah sesudah kebutuhan pokok dipenuhi. Dan mulailah dari yang wajib kamu nafkahi."_ (HR. Bukhara, Muslim). Apabila ini dihubungkan dengan teks dari Kyai Shaleh Darat diatas tentu saja anak kecil yang ditinggal atau anak yatim lebih berhak atau lebih wajib. Imam Bukhari mengatakan, _"Siapa yang bersedekah sementara dia membutuhkan, keluarganya membutuhkan atau dia memiliki utang, maka utangnya lebih layak dilunasi sebelum bersedekah, bahkan sedekahnya tertolak baginya."_

Jadi demikianlah, semua itu juga ada ilmunya. Bahkan seseorang bersedekah tetapi hutang kesana-kemari itupun juga bisa menjadi percuma, bahkan *haram* shadaqahnya. Termasuk dibuat untuk tahlilan. Tahlilan pun juga harus mendasarkan ilmu, tidak sekedar karena sudah tradisi di masyarakat (7, 40, 100, 1000), tetapi memang sesuai *apa tujuan dilakukannya, * yakni kirim doa shadaqah pahala dan pengampunan kepada almarhum orang tua kita yang sudah meninggal dan dalam keadaan mampu untuk bersedekah.

Kesimpulannya shadaqah harta kepada anak kecil (yatim?) yang ditinggalkan itu *lebih wajib, * sementara kirim doa dan hadiah sedekah pahala itu hanya bernilai sunah dan akan menjadi *haram* hukumnya apabila yang wajib dikalahkan, begitu isi dari teks Kyai Shaleh Darat diatas.

2. KYAI HASYIM PENDIRI NU TAHLILAN
Dahulu pernah viral ustadz-ustadz baru Youtube menyerang tahlilan, bahkan kata mereka, lha wong pendiri NU dalam Keputusan Muktamar NU ke-1 saja tahun 1926 menghukumi bid'ah kok sekarang umat NU malah pada melakukan bid'ah bertentangan dengan pendirinya? Ini sempat diviralkan untuk mempengaruhi umat agar terkecoh. Bahwa tahlilan itu katanya disitu bid`ah yaitu dibutir soal 18 hasil muktamar NU ke-1 tahun 1926.

Lalu dengan teliti juga ternyata “SETELAH DI CEK” dibutir soal 18 hasil muktamar itu sama sekali tidak menyinggung tahlilan. Sekali lagi sama sekali “TIDAK MENYINGGUNG TAHLILAN”. Ternyata ustadz-ustadz baru itu hanya menghubung-hubung saja – aslinya disitu tertulis begini, ’ "Masalah Keluarga Mayyit Menyediakan Makanan Kepada Penta’ziyah”. Di dalamnya dijelaskan antara lain bahwa: “Bid’ah dhalalah jika prosesi penghormatan kepada mayyit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “meratapi” atau “memuji secara berlebihan.” Ini sama dengan Imam Syafii atau Kitab I`anat ath-Thalibin (juz 2). Lha ini sering dijadikan hujah. Lha itu kan kitab Fikh di pesantren-pesantren NU, yang sering dijadikan dalih. Kalau cuma ini yang dimaksud, santri-santri di pondok saja sudah cukup tahu kalau "meratapi mayit" itu haram. Cuma persoalannya, kalau mau "dipelintir" atau dibelokkan maknanya bisa jadi lain.

Kalau ingin tahu kebenarannya, mudahnya saja begini kita lihat keluarga Hadlratusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari sampai sekarang masih ada. Mereka lebih tahu kehidupan kakek mereka, dan mereka juga tahlilan.

Bukti kedua, ini *ada kata langsung* dari KH. Hasyim Asy`ari (pendiri NU) di kitabnya _Risalah Ahlussunah Wal Jama`ah:_ “Jika anda mengetahui apa yang telah disebutkan (tentang 5 macam Bid’ah), maka anda akan mengetahui tentang tuduhan bid'ah seperti menggunakan tasbih, mengucapkan niat, tahlil ketika sedekah untuk mayit dengan menghindari hal-hal yang dilarang, ziarah kubur dan sebagainya, BUKANLAH BID’AH. Sedangkan memungut uang dari orang-orang di pasar malam dan permainan kerasukan adalah bid’ah yang paling buruk”.

HaryantoSMPPaliyanGK
Автор

KYAI HASYIM ASY'ARI PENDIRI NU JUGA TAHLILAN. Dahulu pernah viral ustadz-ustadz baru Youtube menyerang tahlilan, bahkan kata mereka, lha wong pendiri NU dalam Keputusan Muktamar NU ke-1 saja tahun 1926 menghukumi bid'ah kok sekarang umat NU malah pada melakukan bid'ah bertentangan dengan pendirinya? Ini sempat diviralkan untuk mempengaruhi umat agar terkecoh. Bahwa tahlilan itu katanya disitu bid`ah yaitu dibutir soal 18 hasil muktamar NU ke-1 tahun 1926. Isyu ini sekarang dimunculkan lagi lewat videonya Sugianto bersama kutipan penggalan Kitab Kyai Shaleh Darat Semarang.

Lalu dengan teliti juga ternyata “SETELAH DI CEK” dibutir soal 18 hasil muktamar itu sama sekali tidak menyinggung tahlilan. Sekali lagi sama sekali “TIDAK MENYINGGUNG TAHLILAN”. Ternyata ustadz-ustadz baru itu hanya menghubung-hubung saja – aslinya disitu tertulis begini, ’ "Masalah Keluarga Mayyit Menyediakan Makanan Kepada Penta’ziyah”. Di dalamnya dijelaskan antara lain bahwa: “Bid’ah dhalalah jika prosesi penghormatan kepada mayyit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “meratapi” atau “memuji secara berlebihan.” Ini sama dengan Imam Syafii atau Kitab I`anat ath-Thalibin (juz 2). Lha ini sering dijadikan hujah. Lha itu kan kitab Fikh di pesantren-pesantren NU, yang sering dijadikan dalih. Kalau cuma ini yang dimaksud, santri-santri di pondok saja sudah cukup tahu kalau "meratapi mayit" itu haram. Cuma persoalannya, kalau mau "dipelintir" atau dibelokkan maknanya bisa jadi lain.

Kalau ingin tahu kebenarannya, mudahnya saja begini kita lihat keluarga Hadlratusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari sampai sekarang masih ada. Mereka lebih tahu kehidupan kakek mereka, dan mereka juga tahlilan.

Bukti kedua, ini *ada kata langsung* dari KH. Hasyim Asy`ari (pendiri NU) di kitabnya _Risalah Ahlussunah Wal Jama`ah:_ “Jika anda mengetahui apa yang telah disebutkan (tentang 5 macam Bid’ah), maka anda akan mengetahui tentang tuduhan bid'ah seperti menggunakan tasbih, mengucapkan niat, tahlil ketika sedekah untuk mayit dengan menghindari hal-hal yang dilarang, ziarah kubur dan sebagainya, BUKANLAH BID’AH. Sedangkan memungut uang dari orang-orang di pasar malam dan permainan kerasukan adalah bid’ah yang paling buruk”.

HaryantoSMPPaliyanGK
Автор

Tdk ada diskusi bos. Coba ada yg sharing jg.di tabayunkan

mohammadari
Автор

Ianatut thalibin cetakan taun piro boosss

asfaazzy
Автор

Tujuane nulis kitab nggo opo....
Tujuane nylameti arwahe mayit bekne opo...
Tunjuane balapan akeh akehan ummat opo podo nyesatke ummat
Opo malah bertujuan ngerusak tatanan hukum adat daerah setempat sbelum islam dan budaya arab masuk

asfaazzy