KH Imaduddin Dapat Sanggahan dari Maktab Daimi Rabithah Alawiyah

preview_player
Показать описание
Salam hormat...
Semoga tayangan ini manfaat dan kami menilai semua ini sebagai diskursus ilmiah yang menarik dikaji.

Di bawah ini adalah artikel sanggahan KH Imaduddin Utsman Al-Bantani 👇

Semoga bermanfaat..

Mohon maaf dan terima kasih
#arah9channel #habib #nasab #nabi #keturunan #silsilah
Рекомендации по теме
Комментарии
Автор

Yg jelas KH Imaduddin Ustman albantani sangat ilmiah penjelasanya .... Dan sudah jelas keterangan dari KH Imaduddin Ustman albantani bahwa nasap mereka terputus

riofirmansyah
Автор

Surat dari Rabitah Alawiyah sdh dibantah...oleh Ustad Nur Ikhyat...
Jadi silahkan lihat videonya...dengan penyampaian yg lugas, tegas, sangat ilmiah dg fakta yg ada kita akan faham sekali...

Channel
Автор

Dah ketinggalan kereta bang informasi ini

casono
Автор

Yang Mau membantah silahkan di bantah dengan data ilmiah di bawa Ini:
Keluarkan semua referensi ba'alawi yang menguatkan..! yang selama ini mengklaim paling asli sebagai keturunan nabi Muhammad SAW asli di Nusantara.

Tahun wafat Ubaidillah (yang katanya bin Sayyid Ahmad bin Isa) adalah : 383 H. (ini kunci). Diingat ya, agar tidak gagal paham.

Kalian jangan anggap kami ini tidak membaca banyak literasi. Kami juga tahu kitab-kitab apa saja yang mencatat nama Ubaidillah yang wafat di Sumal Hadramaut.
Tetapi coba bandingkan tahun penulisan kitab tersebut dengan kitab-kitab yang tidak membahas nama Ubaidillah sedikitpun.
Berikut ini daftar kitab rujukan para naqib di hampir seluruh dunia Islam yang tidak membahas nama Ubaidillah (383 H) :

1. Maqatil At-Thalibiyyin, karya Abu Al-Faraj Al-Isfahani (abad 4 H.)

2. Tahdzib Al-Ansab, karya Abu Hasan Al Ubaidili Al-Husaini (abad 4 H.)

3. Al-Majdi Al-Makhtut, karya Abu Hasan Ali Al-Umri (abad 5 H.)

4. Al-Majdi fi Ansab at-Thalibiyyin, karya Abu Hasan Ali Al-Umri (abad 5 H.)

5. Nihayatul Ikhtisar, karya As-Sayyid An-Naqib Abu Muhammad Syamsuddin bin Muhammad Al-Athqa. Beliau adalah "Imam An Naqib" (pencatat & pengawas) nasab Keluarga Muhammad Saw. (abad ke 6 H.) Di kitab beliau ini tidak ada nama Ubaidillah bin Sayyid Ahmad.

6. Syajarah Al-Mubarakah, karya Fahrurrozi (abad 6 H.)

7. At-Tadzkirah fi Ansab Al-Muthaharah, karya Ibnu Mahna Al-Ubaidili Al-Husaini (bad 7 H.)

8. Umdah at-Thalib Kubra, karya Jamaluddin bin Ali Ibnu Anbah Al-Husaini (abad 8 H.)

9. Umdah at-Thalib Sughra, katya Jamaluddin bin Ali Ibnu Anbah Al-Husaini (abad 8 H.)

10. Al-Ashili, karya Syarif Shafiuddin Muhammad bin Tajuddin Ibnu Thaqthaqi Al Husaini (abad 8 H.)

11. Sikhakhul Akhbar fi Nasabi Saadah Al-Fatimiyah Al-Akhyar, karya Sayyid Muhammad Sirajuddin bin Abdulloh Al-Qosim bin Muhammad Huzam Ar-Rifa'i (abad 9 H.)

12. Musyajarah Al-Kasyaf, karya Sayyid Jamaluddin Abdulloh bin Abi Al-Barakat Al-Jurjani (abad 10 H.)

Kitab yang menyebut nama Abdullah sebagai anak Ahmad Al-Muhajir. Ingat! Abdullah.... Bukan Ubaidillah.

1. Nafhat Al-Ambariyah fi Ansab Khoir Al-Bariyah, karya Abu Al-Fudhail Al-Kadzimi (abad 10 H.) Kitab ini ditulis kembali dalam khasanah Syekh Abdulloh Zanjani, ulama Syi'ah, di kota Qum Iran. Dalam kitab ini dijelaskan bahwa :

"Pada tahun 611 H, Sayyid Abi Al-Jadid Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa telah datang di Aden pada zaman pemerintahan Mas'ud bin Tagtakin".

Di atas menerangkan bahwa pada tahun 611 H., Abi Al-Jadid (Abdullah) bin Ahmad Al-Muhajir masih hidup dan sempat bertandang ke Aden. Sedangkan yang di klaim bernama Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir telah meninggal di Sumal Hadramaut pada tahun 383 H. Antara Abdullah dan Ubaidillah ini tidak mungkin sebagai orang yang sama, karena tahun hidupnya berbeda jauh. Juga, kitab di atas tidak bisa menjadi rujukan primer para naqib karena di samping penulisnya adalah kaum Syi'ah, juga ada kerancuan data tahun bagi Abdullah Abi Al-Jadid (hidup 611 H) yang disangka putera Ahmad Al-Muhajir (wafat di era 350 H). Lalu.... anak siapa sebenarnya Abdullah ini...?

Inilah permulaan kitab-kitab abad ke 10 H ke atas yang mencantumkan nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad Al-Muhajir:

1. Bahr Al-Ansab, karya Muhammad An-Najafi (abad 10 H.)
Di halaman 52 ada penyebutan tentang silsilah nasab seperti ini: Sayyid Abu bakar bin Hasan bin Abu bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad.

2. Bughyatur Rawi & Ad Dhau'ul Lamik, karya As-Sakhowi (awal abad 10 H.).
Ini memang bukan kitab nasab, sebab beliau adalah ulama muhadditsin, tapi ini adalah kitab yang mencatat sanad keguruan pribadi imam Sakhowi di biografinya yang di kitab "Dhau'ul Lamik juz 5 hal. 59 di biografi no. 220" di halaman ini ada penyebutan nama Ubaidillah bin Ahmad.

3. Al-Mu'jam, karya Ibnu Hajar Al Haitsami (abad 10 H.)
Ini juga bukan kitab nasab. Di sini Ibnu Hajar menyatakan sanad keilmuan di biografi pribadinya yang tersambung ke bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa Ar-Rumi.

4. Tuhfah Al-Azhar, karya Ibnu Syaqdam (abad 11 H.)
Di kitab ini, Ibnu Syaqdam mencatat bahwa putera Ahmad Al-Abh itu ada 3, yaitu:
a. Abdullah
b. Muhammad
c. Ali Zainal Abidin
Disini, Ibnu Syaqdam menghilangkan nama Husein sebagai putra Ahmad, dan menggantinya dengan nama Abdullah (bukan Ubaidillah).
Kitab ini tidak dijadikan rujukan primer bagi para ahli nasab, sebab di samping era penulisannya baru, juga sebab adanya ketidakcocokan nama-nama anak dari Imam Ahmad Al-Muhajir di dalamnya karena pada sumber kitab-kitab yang lebih tua, anak Imam Ahmad itu 3 yaitu : Muhammad, Ali dan Husain.

5. Khulashoh Al-Athar "cetakan Dar Sadir Beirut", karya Al-Muhibbi (abad 12 H.)
Ini juga bukan kitab nasab. Di sini Al-Muhibbi cuma mencatat biografi orang yang membawa silsilah nasab yang tersambung ke nama Ubaidillah bin Ahmad.

6. Tuhfat Al-Muhibbin wa Al-Ansab, karya Abdurrahman Al-Anshari (bad 12 H.)

7. Nubzat Lathifah fi Silsilati nasab Al-Alawi, karya Zainal Abidin bin Alwi Jamalul Lail (abad 13 H.)

8. Ittisal Nasabil Alawiyyin wal Asyraf.., karya Umar bin Salim Al Attas (abad 13 H.)

9. Syamsu Dzahirahn, karya Abdurrahman Muhammad bin Husein Al-Masyhur (Pertengahan abad 13 H.)

Kesimpulannya adalah adanya data baru yang menyatakan Ubaidillah bin Ahmad yang bertentangan dengan data primer lama. Ini tetap akan menimbulkan banyak pertanyaan tentang keabsahan nasab suatu kelompok yang mengklaim sebagai keturunan Ubaidillah bin Ahmad. Apalagi sekarang ditambah beredarnya hasil tes DNA dari Bani Baalawi tersebut yang nyata menyelisihi dari hasil tes DNA para dzuriyah Nabi yang mu'tabar. Kenyataan ini semakin memunculkan dugaan dan keraguan baru tentang "kebenaran nasab mereka (Baalawi) yang tersambung ke ahli bait Nabi" di era modern dan ilmiah seperti saat ini.

Semoga bermanfaat

Soghi-Lambhek
Автор

Banten membuka mata nusantara jangan mau dibudakin kasta

cuan
Автор

Surat itu sudah di bantah oleh KH Imaduddin, kami ingin menyaksikan debat langsung pihak robitha dgn KH Imaduddin langsung, biar umat Islam tau yg sebenarnya.

jikimorjukimor
Автор

Inti nya tabayun biar rakyat asli pribumi nusantara tau keafsahan nya, dan tidak buta akan silsilah keturunan nabi.agar jelas siapa jauriah yg asli dan palsu di nusantara ini.

rudyblangkon
Автор

Intinya kekisruhan ini. Gara2 habib yang pada songong.. memusuhi kyai2 NU yang nyuruh menghormati mereka. Malah mereka suka menghina..sehingga di pertanyakan kehabiban nya

kottakinspirasi
Автор

Jangan terpengaruh oleh nasab bangsa lain, yg terpenting kita bangsa Indonesia jangan mau di injek oleh bangsa lain

hasanbisri
Автор

💕💕💕💕💕 Beginilah seharusnya video reaksi yg berkesan akademis/ilmiah

siswopratono
Автор

Dzuriyyat yang abu-abu kebenarannya, bahkan palsu, malah dianggap sahih. Giliran tokoh KOMUNIS DN AIDIT yang jelas klan Baalawi bermarga Aidid, malah disangkal dari nasab habib. Cukuplah kita berterimakasih sama Bahar bin Sumaith yang telah memancing para kyai untuk menelusuri kebenaran..

brightside
Автор

Robithoh Alawiyah kelojotan menghadapi KH.Imaduddin...🙏

abdrohman
Автор

Ulama2 Nusantara jangan diam aja dong, bagaimana tanggung jawab kepada Rasulullah seandainya nasabnya di manipulasi . Yang sudah jelas2 berjasa seperti Walisongo saja di kaburkan, saya dukung KH Imaduddin Usman untuk menuntaskan masalah nasab Rasulullah ini demi menjaga nama baik beliau

bagong
Автор

Pak Taufiq dan buya yahya sdh ditegur oleh kyai Nur, agar jujur dan jangan menutup2i, beliau kyai Nur, menganjurkan kepada Rabitha Alawiyah untuk mencari referensi yg lebih valid, karena 2 kitab yg dijadikan referensi sebagaimana dlm surat edaran tsb, bermasalah alias tidak kuat untuk menyanggah riset kyai Imad...

lamusamanguntara
Автор

Apa yg tercatat di R.A juga tercatat di Naqabah Asyraf diluar Negeri

Naqabah Asyraf diluar Negeri juga mengisbatkan bahwa Sayyid Ubaidillah adalah Anak dari Ahmad Al-Muhajir, itu yg dinafikkan oleh imadudin yg notabene bukan Ahli Nasab atau bukan Ulama Nasab

yutubwatch
Автор

Bisakah memperjelas Mufti Batavia....itu moment menentukan siapakah ravitah Alawi?

my_newstdy_game
Автор

Aduh. Susah kalau bangkai lama lama kecium juga.

usmiati
Автор

Betul Kyai, Habib muncul ketika masa penjajahan Belanda demi meperkuat keberadaannya dg bukti hampir di setiap kota besar dulu yg di tengah kota adalah di huni keturunan( arab dan cina)

sukronbandung
Автор

Jawaban dari rabitah itu sudah dijawab oleh kyai imadudin. Dan Kitab itu sudah dibedah oleh chanel Zaka, chanel hanif atau web nahdlatul ulum.
Intinya klan ba alawi nasabnya masih inqito'/ terputus.

Wawan_Setiawan
Автор

Catatan saja:

1. Yg pasti harus diclearkan perbedaan antar istilah2 yg memang saling tumpang tindih, yakni antara istilah dzurriyah, dengan istilah ahlu bait, dengan istilah habib, dengan istilah alawy, dengan istilah sayyid, dan dengan istilah pewaris Nabi (waratsatul anbiya), serta dengan istilah Yek, Ayip, Tubagus, dll. Juga harus dipahami perbedaan semua peristilahan tersebut dengan fungsi dan definisi dari kata "nasab" dari kacamata fiqh.

2. Selanjutnya juga harus dipahami soal sampai derajat ke berapa seseorang masih boleh disebut sebagai bagian dari dzurriyah Rasulllah, disebut habib, disebut alawyin, disebut sayyid, dan disebut pewaris Nabi. Juga harus dibedakan mana di antara hal2 tersebut yg diatur dalam fiqh, dan mana2 diantara istilah2 tersebut yg tidak diatur dalam fiqh, karena tidak semua peristilahan di atas diatur dalam fiqh, melainkan hanya soal adat setempat (soal antropologi budaya penentuan seseorang, misalnya Rasulullah itu masih masuk Puak/Bani/Marga Ibrahim kah?, sudah masuk Puak/Bani/Marga Quraisy kah?, atau justru masuk ke Puak/Bani/Marga baru yakni Bani Muttalib?).

3. Juga harus dipahami apa yg dimaksud dengan harus menghormati? Apakah kita boleh tidak menghormati manusia lain selain dzurriyah Rasulullah, selain ahlu bait, selain habib, selain alawy, selain sayyid, dan selain pewaris Nabi, serta selain Yek, Ayip, dan Tubagus? Apakah ada seorang manusia selain Nabi Muhammad yg derajatnya lebih tinggi dari umat manusia yg lain, lebih shalih dari Imam Bukhari dan imam2 lain yg bukan dari jazirah arab? Bukankah derajat setiap muslim tanpa kecuali, hanya ditentukan oleh amal shalih dan ketakwaan dia?

4. Sejauh yg saya pahami, yg berstatus ahlu bait (washiku, khalifah ku setelah ku), yg berarti berstatus sebagai pengganti nabi menurut al Quran dan hadist hanya Imam Ali, jadi tak ada orang lain dari keluarga Rasullah yg manapun yg berhak mengklaim berstatus sebagai ahlu bait dari Rasulullah. Kalo pun kita memperluasnya sesuai pemahaman syiah, maka yg termasuk ahli bait itu ada 5 orang saja, atau dalam pemahaman sunni maka ahlu bait itu hanya 5 orang plus istri2 nabi yg lain. Jadi tak ada pihak lain yg berhak mengklaim sebagai ahlu bait;

5. Kalo pewaris Nabi (waratsatul anbiya), maka batasan secara hukum syara dalam al Quran hanya menyebutkan bahwa semua orang yang berilmu (ulama) dan beriman adalah pewaris nabi (waratsatul anbiya), bukan ditentukan oleh hereditas/keturunan. Jadi tidak eksklusif hanya berlaku untuk keluarga nabi saja yg berstatus pewaris nabi (waratsatul anbiya). Asal kita berilmu (ulama) dan berilman, maka kita semua adalah pewaris Nabi (waratsatul anbiya). Dan sesungguhnya, bagi kepentingan ajaran Islam, bagi kepentingan perkembangan / penjagaan keilmuan keagamaan islam, bagi kepentingan umat islam sendiri, konsep pewaris Nabi (waratsatul anbiya) merupakan salah satu konsep paling penting hanya 1 level di bawah ajaran tentang ketauhidan dan konsep tentang ibadah (mahdhah);

6. Kalo Nasab yg secara fiqh berfungsi sebagai alat pengatur hukum pewarisan, kesaksian, perwalian, pernikahan, dan zakat, maka saat ini kita sudah tidak dapat menggunakan argumen Nasab lagi untuk keluarga Rasulullah, karena pohon silsilahnya sudah melampaui cicit (tidak kebayang bagaimana cara mengatur pewarisannya jika memang pembagiannya harus sampe ke level seluruh anggota Puak yg sudah mencapai jumlah anggota jutaan orang dan sudah lintas bangsa/negara, dengan alasan masih memiliki Nasab kepada yg sudah meninggal, meski Nasab-nya sudah melewati derajat cicit);

7. Kalo argumen yg dipakai istilah dzurriyat, baik dalam arti "keluarga inti" (nukleus family) maupun dalam arti "keluarga besar" (extended family) maka kita tahu, siapapun yg berstatus sebagai keluarga Rasullah yg hidup 1500 tahun yg lalu, maka seluruh "keluarga intinya" atau "keluarga besarnya" sudah meninggal semua. Tidak ada lagi yg bisa mengklaim sebagai dzuriyyat Rasulullah baik dalam arti "keluarga inti/batih" (nukleus family) maupun dalam arti "keluarga besar" (extended family). Apalagi dalam studi tentang definisi dzurriyat (dalam arti luas/extended family) maka yg selalu dikaitkan dengan siapa saja yg boleh disebut sebagai ahlu bait (penghuni rumah) hanya 5 orang saja (dikenal dengan istilah lain ahlu kisa atau ashab kisa) menurut para ulama syiah, atau hanya 5 orang + istri2 rasullah yg lain menurut para ulama sunni;

8. Lalu, karena istilah Sayyid, Syarif, Alawy, Yek, dll itu semua merujuk kepada identitas Puak/Bani/Marga, maka kita tahu dalam tradisi arab, Puak/Bani itu hanya bisa diklaim (secara tradisi) sampe garis ke 7 atau ke 10. Itu sebabnya meski Nabi Muhammad secara biologis masih keturunan Nabi Ibrahim dan juga secara biologis keturunan Quraisy, tapi karena sudah melampaui garis keturunan ke-7 atau ke-10 maka secara adat arab Rasulullah tidak masuk dalam Puak/Bani/Marga Ibrahim dan bahkan tidak masuk dalam Puak/Bani/Marga Quraisy, melainkan Bani Muttalib. Apalagi yg sudah derajat ke 30-38 dll ya sudah pasti menurut tradisi arab sendiri tentang kapan munculnya Puak/Bani/Marga baru dalam sebuah silsilah keluarga, mereka itu sudah menjadi bagian dari Puak/Bani yg berbeda. Bukan bagian dari Puak Rasullah lagi;

9. Lagi pula, sebenarnya yg terpenting seperti yg sudah saya sebutkan di awal, emangnya kalo kita ketemu dengan orang yang bukan bagian dari keluarga Nabi datang ke kita, apakah kita tidak wajib menghormatinya? Dan secara hukum islam, emangnya ada kategorisasi keunggulan satu manusia dibandingkan manusia lain selain karena ketakwaan dan amal shalehnya?

10. Lalu, kalo hukum agama kita tidak membeda-bedakan manusia yg satu dengan manusia yg lain (selain untuk kepentingan perwalian, zakat, kesaksian, dan munakhahat yg dalam fiqh disebut Nasab), kenapa kita bersikukuh melawan hukum agama kita sendiri dengan membuat stratifikasi sosial baru (antropologi budaya) yg bertentangan dengan ajaran kesetaran/ egalitarianisme dalam Islam? Apalagi islam itu tidak menyetujui fanatisme pada kelompok apapun baik atas dasar kesukuan, kebangsaan, kekeluargaan, dll, dan islam memang terkenal dengan kritiknya atas faham ashabiyah dan ta'ashshub.

Namun tetap wallahualam.

jambuair-gysk