filmov
tv
KPU Kalsel Diduga Menggelembungkan Suara
Показать описание
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur Kalimantan Tahun 2021, pada Kamis (23/9/2021) siang. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor Perkara 151/PHP.GUB-XIX/2021 diajukan oleh seorang Warga Negara Indonesia bernama Khairil Anwar. Ia mengajukan permohonan ini karena melihat adanya indikasi atau dugaan mark up suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi Kalsel (Termohon).
Sebelum memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk menyampaikan pokok permohonan, Wakil Ketua MK Aswanto selaku ketua panel menjelaskan bahwa peserta pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara perolehan suara. Selanjutnya, Aswanto melakukan klarifikasi legal standing Khairil Anwar dalam perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur Kalimantan Selatan.
“Apakah Saudara peserta pemilihan?” tanya Aswanto. “Bukan, Yang Mulia,” jawab Kairil Anwar.
Lalu Aswanto menanyakan apa yang mendasari Khairil mengajukan permohonan ini. Menjawab hal ini Khairil mengatakan, dasarnya sebagai warga negara yang melihat ada novum atau bukti baru terhadap ketetapan KPU Provinsi Kalimantan Selatan mengenai adanya indikasi atau dugaan terjadinya rangkap suara di dalam penetapan itu.
Aswanto selanjutnya membacakan Pasal 157 ayat (5) UU Pilkada yang menyebutkan permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU/KIP Provinsi/Kabupaten/Kota. Jika mengacu pada penetapan KPU Kalsel, permohonan seharusnya diajukan pada 11 Juni 2021.
“Ini (permohonan) Saudara 25 Agustus, mestinya 11 Juni,” kata Aswanto mengklarifikasi.
Khairil mengakui secara waktu pengajuan permohonan dan kedudukan hukum ia tidak memenuhi persyaratan. Namun alasannya mengajukan permohonan karena ingin memberitahu kepada majelis mengenai indikasi terjadinya penggelembungan suara dari penetapan KPU.
“Saya di sini hanya ingin memberitahukan kepada Majelis bahwa ada indikasi terjadinya mark up suara dari penetapan KPU,” terang Khairil.
Selanjutnya Khairil memaparkan pokok permohonannnya. Khairil mengatakan, terdapat penggelembungan suara sekitar 4520 suara di kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada TPS 13 Barabai Darat, TPS 8 Barabai Darat, TPS 1 Barabai Timur, TPS 7 Barabai Timur, TPS 5 Barabai Utara, TPS 7 Barabai Utara, TPS 6 Barabai Barat, TPS 7 Barabai Barat, TPS 8 Barabai Barat, TPS 9 Barabai Barat, TPS 2 Bukat, TPS 2 Banua Binjai dan TPS 2 Ayuang.
Dalam petitum, Khairil meminta kepada MK untuk menganulir ketetapan KPU Kalsel Nomor 37/PL.02.6-Kpt/63/Prov/VI/2021 atau memerintahkan KPU Kalsel untuk menetapkan suara pasangan calon 01 sebelumnya 869.621 ditambah 719 menjadi 870.340 dan pasangan 02 sebelumnya 828.591 ditambah 1899 menjadi 830.490 atau memerintahkan kepada KPU untuk menemukan suara misterius sebanyak 1968 suara.
Sebelum menutup persidangan, Wakil Ketua MK Aswanto mengatakan sidang selanjutnya akan digelar pada 6 Oktober 2021 pukul 08.00 WIB untuk mendengarkan jawaban Termohon, keterangan Bawaslu serta pengesahan alat bukti Termohon dan Bawaslu.
Sebelum memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk menyampaikan pokok permohonan, Wakil Ketua MK Aswanto selaku ketua panel menjelaskan bahwa peserta pemilihan dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara perolehan suara. Selanjutnya, Aswanto melakukan klarifikasi legal standing Khairil Anwar dalam perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur Kalimantan Selatan.
“Apakah Saudara peserta pemilihan?” tanya Aswanto. “Bukan, Yang Mulia,” jawab Kairil Anwar.
Lalu Aswanto menanyakan apa yang mendasari Khairil mengajukan permohonan ini. Menjawab hal ini Khairil mengatakan, dasarnya sebagai warga negara yang melihat ada novum atau bukti baru terhadap ketetapan KPU Provinsi Kalimantan Selatan mengenai adanya indikasi atau dugaan terjadinya rangkap suara di dalam penetapan itu.
Aswanto selanjutnya membacakan Pasal 157 ayat (5) UU Pilkada yang menyebutkan permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU/KIP Provinsi/Kabupaten/Kota. Jika mengacu pada penetapan KPU Kalsel, permohonan seharusnya diajukan pada 11 Juni 2021.
“Ini (permohonan) Saudara 25 Agustus, mestinya 11 Juni,” kata Aswanto mengklarifikasi.
Khairil mengakui secara waktu pengajuan permohonan dan kedudukan hukum ia tidak memenuhi persyaratan. Namun alasannya mengajukan permohonan karena ingin memberitahu kepada majelis mengenai indikasi terjadinya penggelembungan suara dari penetapan KPU.
“Saya di sini hanya ingin memberitahukan kepada Majelis bahwa ada indikasi terjadinya mark up suara dari penetapan KPU,” terang Khairil.
Selanjutnya Khairil memaparkan pokok permohonannnya. Khairil mengatakan, terdapat penggelembungan suara sekitar 4520 suara di kecamatan Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah pada TPS 13 Barabai Darat, TPS 8 Barabai Darat, TPS 1 Barabai Timur, TPS 7 Barabai Timur, TPS 5 Barabai Utara, TPS 7 Barabai Utara, TPS 6 Barabai Barat, TPS 7 Barabai Barat, TPS 8 Barabai Barat, TPS 9 Barabai Barat, TPS 2 Bukat, TPS 2 Banua Binjai dan TPS 2 Ayuang.
Dalam petitum, Khairil meminta kepada MK untuk menganulir ketetapan KPU Kalsel Nomor 37/PL.02.6-Kpt/63/Prov/VI/2021 atau memerintahkan KPU Kalsel untuk menetapkan suara pasangan calon 01 sebelumnya 869.621 ditambah 719 menjadi 870.340 dan pasangan 02 sebelumnya 828.591 ditambah 1899 menjadi 830.490 atau memerintahkan kepada KPU untuk menemukan suara misterius sebanyak 1968 suara.
Sebelum menutup persidangan, Wakil Ketua MK Aswanto mengatakan sidang selanjutnya akan digelar pada 6 Oktober 2021 pukul 08.00 WIB untuk mendengarkan jawaban Termohon, keterangan Bawaslu serta pengesahan alat bukti Termohon dan Bawaslu.