filmov
tv
NO DEBAT!!! Tapi Kok Gereja Disuruh Bertobat. Ada Apa? // Podcast #ORANGKITA Eps47
Показать описание
NO DEBAT!!! Tapi Kok Gereja Disuruh Bertobat. Ada Apa? // Podcast #ORANGKITA Eps47
Host : Ferdinandus Setu
Narsum : Alexander Yopi Susanto // Penulis Buku
Gereja di Flores saat ini terlalu takut dan skeptis dengan segala perubahan yang sedang terjadi di luar. Ketakutan untuk menceburkan diri dalam dinamika dan aktualisasi dunia. Mengadopsi berbagai informasi dan perkembangan baru secara aplikatif. Sumber dari ketakutan itu adalah dikotomi yang tajam antara dunia dan kerajaan Allah. Dunia dan yang profan terlanjur terpasung dalam ideologi sumber dosa. Kelas dua. Materialistik. Jasmaniah. Kapitalistik. Tidak adil. Memiskinan. Mudah luntur dan tidak abadi. Terbalik dengan dunia ilahi. Kerajaan Allah. Yang sakral dan suci. Rohaniah. Bertahan lama. Abadi.
Sikap Gereja di Flores berbeda dengan Gereja universal lainnya yang hidup berdampingan dengan kemajuan zaman. Dikotomi yang dipelihara Gereja di Flores justru diimani Gereja di luar Flores sebagai sebuah tantangan untuk membumikan iman, menginkarnasikan karya keselamatan yang sudah dirintis Sang Guru. Ilmu pengetahuan, industrialisasi, fabrikasi, dan kapitalisasi bukan merupakan cara pandang yang bertentangan dengan hakikat Gereja sebagai tanda dan sarana keselamatan. Dengan menceburkan diri dalam kemajuan zaman itu, gereja sedang melakukan proses inkarnasi untuk secara kritis menawarkan dua ekor ikan dan lima ketul roti supaya bisa dimakan banyak orang.
Banyak dari kalangan Gereja sering berbicara soal investor dan keinginan untuk berinvestasi di Flores sebagai gerbang masuknya kapitalisme. Ketika gerbang itu dibuka, segera sesudah itu kapitalisme akan mencengkeram bumi Flores. Ketidakadilan, kemiskinan, tanah, mata pencaharian masyarakat akan direbut. Ketakutan demi ketakutan pun didaraskan sebagai penyejuk iman, yang sebenarnya lebih merupakan doktrinasi untuk anti terhadap perubahan.
Kemudian legitimasi atas doktrinasi itu dilengkapi dengan penghiburan bahwa "upahmu akan besar di surga." Proses industrialisasi, fabrikasi, dan kapitalisasi adalah semata-mata urusan duniawi, yang tidak abadi. Kemiskinan saat ini lalu dipandang sebagai takdir. Nanti Tuhan Tolong.
Ketika seorang karyawan pastoran atau pekerja di sebuah biara di Flores mendapat upah lebih kecil dari standar upah minimum nasional, Gereja mengklaim bahwa kekurangan dari upah itu merupakan cinta kasih. Bahwa Tuhan akan melihat kekurangan itu sebagai bagian yang akan dilunaskan-Nya sendiri di surga kelak. Namun dalam kenyataan, akibat upah yang kurang itu, lingkaran setan pun menjebak orang, keluarga, dan masyarakat dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Masyarakat dan umat sesungguhnya lapar setelah mendengarkan sabda Tuhan. Tetapi cinta kasih mengusir mereka untuk mencari makan sendiri. Gereja tidak mengindahkan perkataan Yesus, "Kamu harus memberi mereka makan."
Banyak keputusan pastoral Geraja yang diproduksi malah tidak mengindikasikan bahwa Gereja sedang menampilkan profil dirinya sebagai perpanjangtanganan Allah yang sedang berkomunikasi dengan cara yang teramat dekat dan personal. Banyak juga keputusan dan sikap gereja baik secara kolektif maupun personal tidak diproduksi secara matang didapur refleksi yang mengutamakan otokritik dan kritis. Gereja malah mengabaikan orang-orang yang teramat dekat dengan dirinya. Gereja malah membangun kembali Tahtanya yang arogan. Gereja malah mengutamakan dirinya sendiri.
Gereja mengalami kelesuan untuk melakukan otokritik dan kritik. Tidak hanya sekedar melemparkan suara keras seolah-olah suara keras itu mewakili sikap profetis. Gereja malah ikut terpelintir oleh godaan duniawi, memihak yang satu dan memaksa yang lain. Gereja terkotak-kotak dalam penolakan dan pro status quo. Tanpa mendalami lebih jauh substansi, esensi, dan eksistensi sikap penolakan dan pro status quo tersebut.
Ada sebuah proses yang berhenti. Gereja bertindak seolah-olah begitu memahami karya keselamatan Tuhan sehingga memaksa dan lupa berproses. Padahal, Bapa sendiri butuh proses yang panjang sebelum mengamini bahwa keselamatan itu berlangsung secara personal dalam pergumulan manusia dengan pilihannya. Hanya inkarnasi atau gerak menjadi manusia, Tuhan bisa memahami manusia yang seolah-olah berlari di hadapan-Nya. Tuhan sendiri pernah bertobat. Gereja pun harus bertobat.(*)
Katolik
Katolik Indonesia
Gereja Katolik
100% Katolik
100% Indonesia
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
.
.
Playlist Podcast #ORANGKITA:
• PODCAST #ORANGKITA
FSetu Foundation
#podcastORANGKITA #humantrafficking #humantraffickingawareness #gerejakatolik #katolik #imankatolik
#kttasean #aseansummit2023 #aseansummit #shorts
#pesparani #pesparani2023 #pesparanijakarta
Terima kasih atas dukungannya basodara semua. Tuhan Berkat.
Host : Ferdinandus Setu
Narsum : Alexander Yopi Susanto // Penulis Buku
Gereja di Flores saat ini terlalu takut dan skeptis dengan segala perubahan yang sedang terjadi di luar. Ketakutan untuk menceburkan diri dalam dinamika dan aktualisasi dunia. Mengadopsi berbagai informasi dan perkembangan baru secara aplikatif. Sumber dari ketakutan itu adalah dikotomi yang tajam antara dunia dan kerajaan Allah. Dunia dan yang profan terlanjur terpasung dalam ideologi sumber dosa. Kelas dua. Materialistik. Jasmaniah. Kapitalistik. Tidak adil. Memiskinan. Mudah luntur dan tidak abadi. Terbalik dengan dunia ilahi. Kerajaan Allah. Yang sakral dan suci. Rohaniah. Bertahan lama. Abadi.
Sikap Gereja di Flores berbeda dengan Gereja universal lainnya yang hidup berdampingan dengan kemajuan zaman. Dikotomi yang dipelihara Gereja di Flores justru diimani Gereja di luar Flores sebagai sebuah tantangan untuk membumikan iman, menginkarnasikan karya keselamatan yang sudah dirintis Sang Guru. Ilmu pengetahuan, industrialisasi, fabrikasi, dan kapitalisasi bukan merupakan cara pandang yang bertentangan dengan hakikat Gereja sebagai tanda dan sarana keselamatan. Dengan menceburkan diri dalam kemajuan zaman itu, gereja sedang melakukan proses inkarnasi untuk secara kritis menawarkan dua ekor ikan dan lima ketul roti supaya bisa dimakan banyak orang.
Banyak dari kalangan Gereja sering berbicara soal investor dan keinginan untuk berinvestasi di Flores sebagai gerbang masuknya kapitalisme. Ketika gerbang itu dibuka, segera sesudah itu kapitalisme akan mencengkeram bumi Flores. Ketidakadilan, kemiskinan, tanah, mata pencaharian masyarakat akan direbut. Ketakutan demi ketakutan pun didaraskan sebagai penyejuk iman, yang sebenarnya lebih merupakan doktrinasi untuk anti terhadap perubahan.
Kemudian legitimasi atas doktrinasi itu dilengkapi dengan penghiburan bahwa "upahmu akan besar di surga." Proses industrialisasi, fabrikasi, dan kapitalisasi adalah semata-mata urusan duniawi, yang tidak abadi. Kemiskinan saat ini lalu dipandang sebagai takdir. Nanti Tuhan Tolong.
Ketika seorang karyawan pastoran atau pekerja di sebuah biara di Flores mendapat upah lebih kecil dari standar upah minimum nasional, Gereja mengklaim bahwa kekurangan dari upah itu merupakan cinta kasih. Bahwa Tuhan akan melihat kekurangan itu sebagai bagian yang akan dilunaskan-Nya sendiri di surga kelak. Namun dalam kenyataan, akibat upah yang kurang itu, lingkaran setan pun menjebak orang, keluarga, dan masyarakat dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Masyarakat dan umat sesungguhnya lapar setelah mendengarkan sabda Tuhan. Tetapi cinta kasih mengusir mereka untuk mencari makan sendiri. Gereja tidak mengindahkan perkataan Yesus, "Kamu harus memberi mereka makan."
Banyak keputusan pastoral Geraja yang diproduksi malah tidak mengindikasikan bahwa Gereja sedang menampilkan profil dirinya sebagai perpanjangtanganan Allah yang sedang berkomunikasi dengan cara yang teramat dekat dan personal. Banyak juga keputusan dan sikap gereja baik secara kolektif maupun personal tidak diproduksi secara matang didapur refleksi yang mengutamakan otokritik dan kritis. Gereja malah mengabaikan orang-orang yang teramat dekat dengan dirinya. Gereja malah membangun kembali Tahtanya yang arogan. Gereja malah mengutamakan dirinya sendiri.
Gereja mengalami kelesuan untuk melakukan otokritik dan kritik. Tidak hanya sekedar melemparkan suara keras seolah-olah suara keras itu mewakili sikap profetis. Gereja malah ikut terpelintir oleh godaan duniawi, memihak yang satu dan memaksa yang lain. Gereja terkotak-kotak dalam penolakan dan pro status quo. Tanpa mendalami lebih jauh substansi, esensi, dan eksistensi sikap penolakan dan pro status quo tersebut.
Ada sebuah proses yang berhenti. Gereja bertindak seolah-olah begitu memahami karya keselamatan Tuhan sehingga memaksa dan lupa berproses. Padahal, Bapa sendiri butuh proses yang panjang sebelum mengamini bahwa keselamatan itu berlangsung secara personal dalam pergumulan manusia dengan pilihannya. Hanya inkarnasi atau gerak menjadi manusia, Tuhan bisa memahami manusia yang seolah-olah berlari di hadapan-Nya. Tuhan sendiri pernah bertobat. Gereja pun harus bertobat.(*)
Katolik
Katolik Indonesia
Gereja Katolik
100% Katolik
100% Indonesia
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
.
.
Playlist Podcast #ORANGKITA:
• PODCAST #ORANGKITA
FSetu Foundation
#podcastORANGKITA #humantrafficking #humantraffickingawareness #gerejakatolik #katolik #imankatolik
#kttasean #aseansummit2023 #aseansummit #shorts
#pesparani #pesparani2023 #pesparanijakarta
Terima kasih atas dukungannya basodara semua. Tuhan Berkat.
Комментарии