filmov
tv
Bedah Editorial MI - Akhiri Tragedi Buruh Migran
Показать описание
Konstitusi mengamanatkan negara untuk melindungi keselamatan setiap warganya di manapun berada, termasuk mereka yang mengadu nasib di negeri orang. Jaminan yang dimandatkan konstitusi tersebut tidak bisa ditawar dan kelalaian atas hal itu jelas merupakan kegagalan.
Berulang kali para pekerja migran harus terjebak dalam kondisi tidak manusiawi. Bahkan tidak sedikit yang menjadi korban tindak pidana pidana perdagangan orang, kembali ke tanah air hanya jenazahnya saja.
Terungkap bahwa sebanyak 1.900 jenazah korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dipulangkan ke dalam negeri dalam tiga tahun belakangan. Artinya, hampir 2 jenazah yang pulang setiap hari karena TPPO. Kemudian, sedikitnya terdapat 3.600 Pekerja Migran Indonesia yang mengalami sakit, depresi, hilang ingatan, bahkan cacat secara fisik.
Melihat fakta tersebut, negara bukan hanya lalai, melainkan gagal dalam melindungi segenap warga negaranya. Kasus yang berulang ini menjadi penanda gagalnya skema perlindungan terhadap pekerja migran. Tidak hanya ketika di negeri orang, sistem perekrutan di dalam negeri juga masih amburadul.
Buktinya 90% para buruh migran yang terjerat TPPO tersebut berangkat tanpa dibekali dokumen resmi. Artinya, mereka bekerja tanpa disertai keahlian dan kecakapan yang disyaratkan. Biasanya, melalui jalur tikus lewat jasa tekong dan menjadi korban penempatan sindikat ilegal.
Akhirnya ketika berada di negara tujuan, mereka dieksploitasi. Mendapatkan kekerasan, waktu kerja panjang, tidak digaji, tidak dapat hari libur, tidak dapat jaminan sosial, serta buruknya kondisi kerja dan tempat tinggal.
Kondisi yang membuat para pahlawan devisa ini lebih mirip mengalami sistem perbudakan. Mereka layaknya komoditas yang diperjualbelikan oleh para sindikat. Sialnya, praktik ini seakan tidak tersentuh oleh aparat, justru malah tumbuh subur.
Padahal Indonesia sudah memiliki Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (Satgas TPPO) yang keketuannya dijabat langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun, sejak dibentuk pada 2008, hadirnya lembaga ini tidak pernah berjalan efektif.
Kita berharap, rencana perubahan struktur dengan mengalihkan keketuaan satgas TPPO kepada Kapolri bisa menjadi solusi jangka pendek untuk melakukan penegakan hukum yang lebih efektif. Langkah yang sekaligus menjadi jeda evaluasi terhadap peran dan fungsi satgas TPPO yang sudah bekerja selama 15 tahun.
Pasalnya, tumbuh suburnya TPPO dipengaruhi oleh praktik saling melindungi (backing) oleh beberapa pihak. Dengan berada di tangan kapolri, praktik-praktik upaya komodifikasi buruh migran ini dapat dengan cepat diberantas.
Publik berharap satgas di bawah kapolri nantinya akan bergerak cepat menjerat lima orang bandar besar sindikat perdagangan orang yang berhasil diidentifikasi oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI).
Kelima orang tersebut selama ini tidak tersentuh hukum karena dilindungi oleh orang-orang yang punya kuasa.
Namun, tentu negara tidak boleh kalah dengan orang-orang yang yang mengklaim memiliki atributif-atributif kekuasaan. Negara mesti secepatnya menindak orang-orang yang melindungi sindikat perdagangan orang.
Dan yang tidak kalah penting yang perlu dilakukan pemerintah yakni bagaimana pemerintah menyediakan lapangan kerja di dalam negeri, terutama di wilayah kantong buruh migran seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara.
Pasalnya, selama ini masyarakat miskin sangat potensial untuk menjadi buruh migran untuk memperbaiki nasib di tengah keterbatasan kesempatan untuk bekerja di dalam negeri. Iming-iming gaji besar bekerja di luar negeri menjadi modus operandi sebagai umpan yang menyelubungi kail untuk menjerat korban TPPO.
#AkhiriTragediBuruhMigran #BuruhMigran #BedahEditorialMI
click our website :
Follow official account MI Com di:
Berulang kali para pekerja migran harus terjebak dalam kondisi tidak manusiawi. Bahkan tidak sedikit yang menjadi korban tindak pidana pidana perdagangan orang, kembali ke tanah air hanya jenazahnya saja.
Terungkap bahwa sebanyak 1.900 jenazah korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dipulangkan ke dalam negeri dalam tiga tahun belakangan. Artinya, hampir 2 jenazah yang pulang setiap hari karena TPPO. Kemudian, sedikitnya terdapat 3.600 Pekerja Migran Indonesia yang mengalami sakit, depresi, hilang ingatan, bahkan cacat secara fisik.
Melihat fakta tersebut, negara bukan hanya lalai, melainkan gagal dalam melindungi segenap warga negaranya. Kasus yang berulang ini menjadi penanda gagalnya skema perlindungan terhadap pekerja migran. Tidak hanya ketika di negeri orang, sistem perekrutan di dalam negeri juga masih amburadul.
Buktinya 90% para buruh migran yang terjerat TPPO tersebut berangkat tanpa dibekali dokumen resmi. Artinya, mereka bekerja tanpa disertai keahlian dan kecakapan yang disyaratkan. Biasanya, melalui jalur tikus lewat jasa tekong dan menjadi korban penempatan sindikat ilegal.
Akhirnya ketika berada di negara tujuan, mereka dieksploitasi. Mendapatkan kekerasan, waktu kerja panjang, tidak digaji, tidak dapat hari libur, tidak dapat jaminan sosial, serta buruknya kondisi kerja dan tempat tinggal.
Kondisi yang membuat para pahlawan devisa ini lebih mirip mengalami sistem perbudakan. Mereka layaknya komoditas yang diperjualbelikan oleh para sindikat. Sialnya, praktik ini seakan tidak tersentuh oleh aparat, justru malah tumbuh subur.
Padahal Indonesia sudah memiliki Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (Satgas TPPO) yang keketuannya dijabat langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun, sejak dibentuk pada 2008, hadirnya lembaga ini tidak pernah berjalan efektif.
Kita berharap, rencana perubahan struktur dengan mengalihkan keketuaan satgas TPPO kepada Kapolri bisa menjadi solusi jangka pendek untuk melakukan penegakan hukum yang lebih efektif. Langkah yang sekaligus menjadi jeda evaluasi terhadap peran dan fungsi satgas TPPO yang sudah bekerja selama 15 tahun.
Pasalnya, tumbuh suburnya TPPO dipengaruhi oleh praktik saling melindungi (backing) oleh beberapa pihak. Dengan berada di tangan kapolri, praktik-praktik upaya komodifikasi buruh migran ini dapat dengan cepat diberantas.
Publik berharap satgas di bawah kapolri nantinya akan bergerak cepat menjerat lima orang bandar besar sindikat perdagangan orang yang berhasil diidentifikasi oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI).
Kelima orang tersebut selama ini tidak tersentuh hukum karena dilindungi oleh orang-orang yang punya kuasa.
Namun, tentu negara tidak boleh kalah dengan orang-orang yang yang mengklaim memiliki atributif-atributif kekuasaan. Negara mesti secepatnya menindak orang-orang yang melindungi sindikat perdagangan orang.
Dan yang tidak kalah penting yang perlu dilakukan pemerintah yakni bagaimana pemerintah menyediakan lapangan kerja di dalam negeri, terutama di wilayah kantong buruh migran seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara.
Pasalnya, selama ini masyarakat miskin sangat potensial untuk menjadi buruh migran untuk memperbaiki nasib di tengah keterbatasan kesempatan untuk bekerja di dalam negeri. Iming-iming gaji besar bekerja di luar negeri menjadi modus operandi sebagai umpan yang menyelubungi kail untuk menjerat korban TPPO.
#AkhiriTragediBuruhMigran #BuruhMigran #BedahEditorialMI
click our website :
Follow official account MI Com di:
Комментарии