menemukan barang bagaimana hukumnya dalam islam #viral #ceramah

preview_player
Показать описание

Рекомендации по теме
Комментарии
Автор

PUNGUTAN:
(Barang temuan).

Dari Zaid bin Walid al-Juhani, ia berkata: "Telah datang seorang laki-laki kepada Nabi saw, lalu bertanya dari hal pungutan, maka sabdanya: "Perhatikanlah wadahnya dan pengikatnya, kemudian berilah dia setahun. Jika datang yang empunya (pemiliknya), dan jika tidak, maka sesukamu dengannya". Ia bertanya: "(Bagaimana) kambing yang tersesat? Sabdanya: "Ia itu untukmu atau untuk saudaramu atau untuk serigala". Ia bertanya: "(Bagainana) onta yang tersesat? Sabdanya: "Tidak ada urusanmu terhadapnya: "ada padanya tempat airnya dan sepatunya, ia biasa datang ke air dan makan pohon-pohon hingga tuannya menemui dia". 
(Muttafaq 'alaihi). 

Penjelasan:

1. Difaham dari hadits berikut:
Dari Anas, ia berkata: "Nabi saw pernah lewati sebiji kurma di jalan, lalu bersabda: "Kalau tidak aku kawatir bahwa ia dari (kurma) zakat, niscaya aku makan dia". 
(Muttafaq 'alaihi). 
Bahwa sedikit dari barang makanan yang tercecer di jalan boleh di ambil dan dimakan oleh orang yang menemuianya. Rasulullah saw tidak mau makan kurma yang tercecer itu lantaran kawatir barang tersebut dari haq zakat, sedang barang zakat adalah haram atas Rasulullah saw dan atas Bani Hasyim. 
2. Barang tercecer itu jika di dalam satu wadah, kantong, tumbu atau sebagainya, hendaklah orang yang menemuinya perhatikan tandanya, dan hendaklah ia beri tahu kepada orang ramai di tempat-tempat mereka berkumpul berulang-ulang setahun lamanya. 
3. Memberi tahu itu tentulah tidak dengan menerangkan tanda tersebut. Sekiranya ada orang yang mengaku dan memberi tanda yang benar, boleh ia berikan kepadanya. 
4. Sesudah setahun, jika tidak ada yang mengaku, maka barang tersebut boleh digunakan oleh yang memungutnya. 
5. Kambing yang tersesat, boleh dipungut, karena kawatir di makan oleh Srigala. Onta yang tersesat tidak boleh dipungut, karena ia tidak perlu kepada perawatan lantaran ia mempunyai tempat menyimpan air di dalam badannya dan ia mempunyai kaki yang bersepatu dengan kukunya yang dapat ia berjalan kemana-mana buat mencari air dan makanan hingga bertemu dengan tuannya (pemiliknya). 
6. Di musim Haji dan di tempat-tempat yang sudah diadakan tukang pungut yang resmi, tidak boleh orang lain pungut apa-apa yang tercecer atau tersesat. 

Dan daripadanya. Ia berkata: "Telah bersabda Rasulullah saw: "Barang siapa melindungi satu binatang yang tersesat, maka ia itu orang yang sesat selama ia tidak memberi tahukannya. 
(Diriwayatkan oleh Muslim). 

Penjelasan:

Maksudnya, barang siapa memungut binatang-binatang besar yang tidak dikawatiri akan diganggu oleh Srigala, umpanya maka pemungutan itu adalah orang orang yang sesat, kecuali jika ia tahan binatang itu sambil beritahu dan umumkan supaya tuannya (pemiliknya) datang mengambilnya. 

Dari Iyad bin Himar, ia berkata: "Telah bersabda Rasulullah saw: "Barang siapa dapat satu barang yang tercecer, make hendaklah ia saksikan dengan dua orang yang pantas, dan hendaklah ia pelihara wadahnya dan pengikatnya, kemudian janganlah ia sembunyikan dan janganlah ia hilangkan, karena jika datang yang empunya, maka ia lebih berhak kepada siapa yang ia kehendaki". 
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan "Empat" kecuali Tirmidzi dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Jarud dan Ibnu Hibban).

Penjelasan:

Maksudnya apabila seorang dapat pungut sesuatu barang, maka hendaklah ia saksikan pungutan itu kepada dua orang yang patut /pantas, yang adil, dan hendaklah ia pelihara barang itu dengan tidak boleh ia hilangkan dari padanya penjagaannya, karena barang itu tetap kepunyaan tuannya (pemiliknya). Jika tidak ada yang mengaku sesudah diberi tahu setahun, lantaran barang itu kepunyaan Allah Swt, maka ia telah bolehkan jadi haq di pemungutnya. 

Dari 'Abdurrahman bin 'Utsman at-Tamini, bahwasannya Nabi saw larang memungut ceceran orang Haji".
(HR. Muslim). 

Dari al-Miqdam bin Ma'dikarib, ia berkata: "Telah bersabda Rasulullah saw: "Ketahuilah! Tidak halal binatang buas yang bersiung (bertaring) dan tidak (halal) kaldai negeri dan tidak (halal) memungut kepunyaan (kafir) mu'ahad kecuali ia tidak lagi perlu kepadanya".
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud).

Keterangan:

1. Kaldai negeri dan binatang buas yang bersiung, sekalipun di sini disebut "tidak halal" tetapi hukum sebenarnya adalah makruh lihat (Kitab Makanan, hal 247 / 655).
2. Mu'ahad : orang kafir yang ada Perjanjian dengan pemerintah Islam atau kaum Muslimin. 
3. Buat penjelasan yang memuaskan, periksalah kitab Faraidl yang tertentu.

gueaja