Pengaturan Pertanahan dalam RUU Cipta Kerja: Penyederhanaan Regulasi atau Perubahan Konsepsi?

preview_player
Показать описание

DISKUSI ONLINE “PENGATURAN PERTANAHAN DALAM RUU CIPTA KERJA: PENYEDERHANAAN REGULASI ATAU PERUBAHAN KONSEPSI?"

Absennya ketentuan-ketentuan dalam RUU Cipta Kerja yang menjadi safeguard untuk memastikan penguasaan tanah oleh Negara untuk pencapaian sebesar-besar kemakmuran rakyat, berpotensi menjadikan RUU ini memiliki hubungan disharmonis dengan UUD 1945, TAP MPR No. IX/2001, UUPA dan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi.
TAP MPR No. IX/2001, UUPA, dan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi merumuskan dan menetapkan falsafah, prinsip-prinsip, dan tolok ukur yang merupakan safeguard agar supaya penguasaan Negara atas tanah dilakukan dengan mempertahankan dimensi publiknya.
Berdasarkan hal itu, diperlukan suatu diskusi untuk mengkaji seberapa jauh RUU Cipta Kerja senada dengan falsafah, konsep, prinsip-prinsip, dan norma-norma fundamental mengenai pertanahan seperti yang dirumuskan dalam UUD 1945, UUPA, dan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi. Kajian ini diperlukan sebab: Pertama, RUU Cipta Kerja sebagai omnibus law dihadirkan untuk menyinkronkan berbagai undang-undang yang tumpang tindih; Kedua, RUU Cipta Kerja dihadirkan untuk tidak meneruskan politik hukum pertanahan yang dimulai sejak masa Orde Baru, yaitu pembekuan terhadap keberlakuan UUPA.
Dengan semangat untuk menjadikan ruang pertemuan berbagai gagasan dalam membincangkan pengaturan pertanahan dalam RUU Cipta Kerja ini, Departemen Hukum Agraria Fakultas Hukum UGM bekerjasama dengan Unit Jaminan Mutu, Kurikulum dan Inovasi Akademik Fakultas Hukum UGM akan mengadakan diskusi online "Pengaturan Pertanahan dalam RUU Cipta Kerja: Penyederhanaan Regulasi atau Perubahan Konsepsi?" sebagai berikut:

NARASUMBER:
1. Dr. Andi Tenrisau, S.H., M.Hum. (Staf Ahli Menteri ATR/Ka. BPN Bidang Landreform dan Hak Masyarakat atas Tanah)
2. Dr. Supratman Andi Agtas, S.H., M.H. (Ketua Baleg DPR RI/Ketua Panja RUU Cipta Kerja)
3. Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, S.H., M.C.L., M.P.A. (Guru Besar Fakultas Hukum UGM)
4. Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si. (Guru Besar Fakultas Hukum UGM)

MODERATOR:

WAKTU:
Sabtu, 20 Juni 2020
Pukul 09.00-12.00 WIB

MEKANISME KEPESERTAAN:
Partisipasi sebagai Peserta tersedia melalui dua saluran:
2. Live Streaming melalui Channel Youtube “Kanal Pengetahuan FH UGM”

NARAHUBUNG:
Tiara (085893426791)
--------------------------------------

Kanal Pengetahuan FH UGM merupakan media akselerasi, aktualisasi dan diseminasi keilmuan hukum bagi sivitas akademika dan masyarakat, untuk mewujudkan Fakultas Hukum berkelas dunia yang kompetiti, inovatif, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan kemanusiaan dijiwai nilai-nilai budaya bangsa berdasarkan Pancasila.

Viva Justicia!
Рекомендации по теме
Комментарии
Автор

Yang paling krusial adalah pertanahan di surabaya banyak tanah legal warga yg diplot jadi kawasan konservasi pamurbaya dengan memgesampingkan hak2 kepemilikan warga yg digantung, krn sampai saat ini tidak ada kejelasan bagaimana rencana pemanfaatannya, ganti untungnya, dan batas2 nya yg berkelok2, kami sebagai warga hanya meminta kawasan konservasi diperjelas batas nya yaitu maximal 200m dari tepi laut, krn kita bisa lihat wilayah di luar pamurbaya masih banyak yg mendirikan bangunan dari 0km dari tepi laut tetapi di biarkan oleh pemkot...dan kalau memang ada ketentuan kawasan tepi laut harus dilindungi oleh hutan konservasi mangroev kami minta bukan hanya kawasan pamurbaya yg hanya "dipaksakan" jadi kawasan konservasi tetapi semua wilayah tepi laut surabaya harus ditetapkan sebagai wilayah konservasi mangroev dengan jarak maximal 200m dari tepi laut, karena di surabaya ini terlihat ada diskriminasi kepada pemilik lahan di pamurbaya, kita bisa lihat banyak lahan ilegal yg tersebar di semua wilayah surabaya yg kepemilikannya di pertanyakan malah banyak yg bisa dijadikan bangunan dan tempat tinggal warga, sedang tanah di pamurbaya yg jelas2 legal kepemilikannya malah dipersulit untuk dibangun dengan segala aturan yg memberatkan

radensiyenk
Автор

Alhamdulillaah. Ibu narasumber agraria di jakarta. Buk dan pak.... penting nya surat sertifikat prona untuk rakyat dan masyarakat temat tinggal. Amiin. Buk dan pak. Bila berkenan pak Haji jokowi. Kita kita sudah siap untuk peserta atau narasumber dalam rangka seminar nasional di senayan di jakarta. Amiin yah amiin. Saya usia saya 60 tahun siap untuk peserta atau nara sumber dari bandar khalipah kec. Percut sei tuan. Kab. Deli Serdang provinsi Sumatera utara. Amiin yah amiin. Amiin yah karim.

herisofiyan
Автор

Harusnya arsip.tanah di BPN bisa di ketahui oleh siapa saja..sehingga bisa mengurangi mafia tanah

ibubibi
Автор

Masalah tanah ibarat bom waktu, meledak seiring perkembangan penduduk, lahan tanah njop murah karena tipis penduduk begitu padat mulailah muncul aneka sengketa, untuk ini dipertegas hal tanah mengacuh UUD45, UUPA60 agar:
* PERIORITAS; Hutan lindung dikaitkan dengan Ulayat Adat (contoh Masyarakat Adat Badui,
Minang etc) KARENA erat kaitan keberadaan Warga Adat- kepercayaan asal- Adat Budaya etc ( warga kubu sangat erat dengan hutan begitu dirubah jadi hak pekebunan warga adat terancam punah).
Dimiliki kelompok warga adat asal, MAKA tidak boleh dirubah peruntukan dan dialihkan dengan cara apapun KECUALI kebutuhan negara.
* Dalam hal Sertifikat HGU, HGB, HP hendaknya diperhatikan ;
- HGU, HGB, HP dng luas "sangat" besar hanya diatas tanah yg dikuasai negara.
Untuk HGB, HP atas bangunan2 tinggi "mengikuti usia teknis bangunan" setelah itu jadi þanah negara (dpt dimohonkan hak).
- HGB, tanah asal dari tanah negara ( ump tanah DKI berupa kavling = berstatus mirip kikitir, Ireda, girik). Dapat dimohon ditingkatkan jadi HM.
- HGB, (memang sebaiknya) setiap perpanjangan dengan persetujuan pemilik/ para ahliwaris asal).
HP bila Sertifikat berahir dibebaskan jadi tanah negara & pembeli hak harus ajukan HAT.

toreh
Автор

Warah Atikah, Universitas Jember. hadir

warah