filmov
tv
Mengunjungi Universitas Islam Madinah: Ada 16.000 Mahasiswa Asal Indonesia
Показать описание
Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru
TRIBUN-VIDEO.COM - MADINAH - Selain menjadi kota tujuan saat menjalankan ibadah haji dan umroh, Madinah juga jadi sasaran warga Indonesia yang hendak belajar atau mendalami ilmu Agama Islam.
Buktinya, di Universitas Islam Madinah (UIM) saja, sekarang ini terhitung ada sekira 16.000 orang mahasiswanya adalah warga Indonesia. Jumlah itu terbilang paling banyak dibanding mahasiswa dari negara lain.
UIM memiliki 17.873 mahasiswa dari 170 negara. “Mahasiswa dari Indonesia yang terbanyak,” kata Ahmad Bukhori Jawas, mahasiswa asal Indonesia saat bertemu wartawan Surya di halaman Kampus UIM, Selasa (28/5/2024).
Ya, Tim Media Center haji (MCH) berkesempatan mengunjungi kampus yang jaraknya sekitar 5 km dari Masjid Nabawi itu.
"Mohon maaf hanya laki-laki yang boleh masuk ke dalam area kampus," kata Ahmad Bukhori yang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Madinah.
Kampus UIM memang dikhususkan bagi laki-laki. Tidak ada mahasiswi di sana. Bahkan tidak ada perempuan di kampus itu. "Kalau mahasiswa perempuan ada di kampus sebelah, Universitas Taibah," lanjut Mahasiswa asal Jakarta yang kuliah S1 jurusan Syariah semester 6 itu.
UIM sementara hanya menerima mahasiswa asing untuk jenjang S1. Untuk jenjang S2 dan S3 khusus untuk lulusan S1 di UIM. Dan selama ini, beberapa mahasiswa asal Indonesia juga banyak yang melanjutkan S2 dan S3 di sana setelah menyelesaikan S1-nya di kampus tersebut.
Setiap tahun, kata Bukhori, ribuan calon mahasiswa dari Indonesia melamar kuliah di UIM. Yang diterima selama ini paling banyak 180 mahasiswa.
Mereka tersebar di 9 fakultas yakni Syariah, Alquran, Hadis dan Studi Islam, Dakwah dan Ushuluddin, Bahasa Arab, Hukum, Komputer dan Sistem Informasi, Teknik, dan Sains.
“Paling banyak yang dipilih adalah Syariah, Hadis dan Studi Islam, serta Dakwan dan Ushuluddin,” lanjutnya.
Semua mahasiswa di UIM mendapat beasiswa penuh. Mulai dari biaya pendidikan, asrama, makan, uang saku, buku, hingga tiket pulang ke Indonesia PP setiap tahun.
“Dulu kalau kita nggak pulang, uang tiketnya diberikan mentah (tunai). Sekarang kalau tidak dipakai, ya hangus," kata Bukhori.
Mahasiswa biasanya pulang ke Indonesia pada liburan panjang. Mereka libur panjang pada musim haji. Awal Zulhijah hingga akhir Muharam.
Mendaftar di UIM tidak wajib bisa bahasa Arab. Mereka akan mengikuti kuliah bahasa Arab dulu di dua semester awal. Bahkan ada yang sampai 4 semester. “Setelah itu baru mengikuti kuliah sesuai jurusan yang dipilih,” ujar Zulmar Adiguna, juga mahasiswa UIM asal Indonesia.
Pemuda dari Palembang ini bercerita, Ia pernah kuliah di UIN Wali Songo Semarang. Pada semester 5, ia mendaftar ke UIM. Diterima. Saat itu masih pandemi sehingga kuliah bahasa dilakukan secara online. Pun kuliahnya di UIN Wali Songo.
“Setelah lulus di UIN Semarang saya berangkat ke Madinah. S1 lagi. Teman-teman UIN saya sudah banyak yang lulus S2 sekarang. Bahkan ada yang sedang kuliah S3," ungkap dia.
Selama kuliah di Madinah, Bukhori dan Zulkarnain menyebut tidak wajib memakai jubah atau thobe. Mahasiswa bebas berpakaian apa saja, yang penting pantas dan sopan.
Kebanyakan hanya mahasiswa Arab Saudi yang memakai thobe atau thawb. Lengkap dengan sorban dan headband atau di Arab disebut keffiyeh. Sementara mahasiswa dari negara lain, biasa memakai pakaian seperti di negaranya. “Banyak yang pakai celana panjang dan kemeja. Tidak ada masalah,” tandasnya.
Salah satu kantin yang paling banyak dikunjungi mahasiswa Indonesia adalah kantin Kunuz. Kantin dengan masakan Tiongkok. Chinese food dirasa paling cocok dengan lidah orang Indonesia.
Pihak kampus juga menyediakan shuttle bus untuk ke Masjid Nabawi. Biasanya para mahasiswa setelah salat duhur ke Masjid Nabawi. Salat Asar, Magrib, dan Isya di sana. Sekalian ke perpustakaan atau ikut kajian di Nabawi. Pulang ke asrama setelah Isya.
Di dalam kampus, rata-rata mahasiswa juga punya skuter listrik atau otoped. Area kampus begitu luas mencapai 50 hektare sehingga wajar kalau untuk berkunjung ke titik-titik tertentu mereka memilih naik skuter.
Para mahasiswa di sana juga juga bisa umrah setiap saat. Yang penting tidak mengganggu waktu kuliah. Biasanya mereka naik bus ke Makkah dengan ongkos SAR 50 atau Rp 215 ribu.
Tapi untuk haji, mereka dibatasi. Hanya lima tahun sekali. "Kalau naik haji, jatah kami 5 tahun sekali. Tidak boleh setiap tahun," ungkapnya. (ufi)
VP: Ilham Bintang Anugerah
TRIBUN-VIDEO.COM - MADINAH - Selain menjadi kota tujuan saat menjalankan ibadah haji dan umroh, Madinah juga jadi sasaran warga Indonesia yang hendak belajar atau mendalami ilmu Agama Islam.
Buktinya, di Universitas Islam Madinah (UIM) saja, sekarang ini terhitung ada sekira 16.000 orang mahasiswanya adalah warga Indonesia. Jumlah itu terbilang paling banyak dibanding mahasiswa dari negara lain.
UIM memiliki 17.873 mahasiswa dari 170 negara. “Mahasiswa dari Indonesia yang terbanyak,” kata Ahmad Bukhori Jawas, mahasiswa asal Indonesia saat bertemu wartawan Surya di halaman Kampus UIM, Selasa (28/5/2024).
Ya, Tim Media Center haji (MCH) berkesempatan mengunjungi kampus yang jaraknya sekitar 5 km dari Masjid Nabawi itu.
"Mohon maaf hanya laki-laki yang boleh masuk ke dalam area kampus," kata Ahmad Bukhori yang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Madinah.
Kampus UIM memang dikhususkan bagi laki-laki. Tidak ada mahasiswi di sana. Bahkan tidak ada perempuan di kampus itu. "Kalau mahasiswa perempuan ada di kampus sebelah, Universitas Taibah," lanjut Mahasiswa asal Jakarta yang kuliah S1 jurusan Syariah semester 6 itu.
UIM sementara hanya menerima mahasiswa asing untuk jenjang S1. Untuk jenjang S2 dan S3 khusus untuk lulusan S1 di UIM. Dan selama ini, beberapa mahasiswa asal Indonesia juga banyak yang melanjutkan S2 dan S3 di sana setelah menyelesaikan S1-nya di kampus tersebut.
Setiap tahun, kata Bukhori, ribuan calon mahasiswa dari Indonesia melamar kuliah di UIM. Yang diterima selama ini paling banyak 180 mahasiswa.
Mereka tersebar di 9 fakultas yakni Syariah, Alquran, Hadis dan Studi Islam, Dakwah dan Ushuluddin, Bahasa Arab, Hukum, Komputer dan Sistem Informasi, Teknik, dan Sains.
“Paling banyak yang dipilih adalah Syariah, Hadis dan Studi Islam, serta Dakwan dan Ushuluddin,” lanjutnya.
Semua mahasiswa di UIM mendapat beasiswa penuh. Mulai dari biaya pendidikan, asrama, makan, uang saku, buku, hingga tiket pulang ke Indonesia PP setiap tahun.
“Dulu kalau kita nggak pulang, uang tiketnya diberikan mentah (tunai). Sekarang kalau tidak dipakai, ya hangus," kata Bukhori.
Mahasiswa biasanya pulang ke Indonesia pada liburan panjang. Mereka libur panjang pada musim haji. Awal Zulhijah hingga akhir Muharam.
Mendaftar di UIM tidak wajib bisa bahasa Arab. Mereka akan mengikuti kuliah bahasa Arab dulu di dua semester awal. Bahkan ada yang sampai 4 semester. “Setelah itu baru mengikuti kuliah sesuai jurusan yang dipilih,” ujar Zulmar Adiguna, juga mahasiswa UIM asal Indonesia.
Pemuda dari Palembang ini bercerita, Ia pernah kuliah di UIN Wali Songo Semarang. Pada semester 5, ia mendaftar ke UIM. Diterima. Saat itu masih pandemi sehingga kuliah bahasa dilakukan secara online. Pun kuliahnya di UIN Wali Songo.
“Setelah lulus di UIN Semarang saya berangkat ke Madinah. S1 lagi. Teman-teman UIN saya sudah banyak yang lulus S2 sekarang. Bahkan ada yang sedang kuliah S3," ungkap dia.
Selama kuliah di Madinah, Bukhori dan Zulkarnain menyebut tidak wajib memakai jubah atau thobe. Mahasiswa bebas berpakaian apa saja, yang penting pantas dan sopan.
Kebanyakan hanya mahasiswa Arab Saudi yang memakai thobe atau thawb. Lengkap dengan sorban dan headband atau di Arab disebut keffiyeh. Sementara mahasiswa dari negara lain, biasa memakai pakaian seperti di negaranya. “Banyak yang pakai celana panjang dan kemeja. Tidak ada masalah,” tandasnya.
Salah satu kantin yang paling banyak dikunjungi mahasiswa Indonesia adalah kantin Kunuz. Kantin dengan masakan Tiongkok. Chinese food dirasa paling cocok dengan lidah orang Indonesia.
Pihak kampus juga menyediakan shuttle bus untuk ke Masjid Nabawi. Biasanya para mahasiswa setelah salat duhur ke Masjid Nabawi. Salat Asar, Magrib, dan Isya di sana. Sekalian ke perpustakaan atau ikut kajian di Nabawi. Pulang ke asrama setelah Isya.
Di dalam kampus, rata-rata mahasiswa juga punya skuter listrik atau otoped. Area kampus begitu luas mencapai 50 hektare sehingga wajar kalau untuk berkunjung ke titik-titik tertentu mereka memilih naik skuter.
Para mahasiswa di sana juga juga bisa umrah setiap saat. Yang penting tidak mengganggu waktu kuliah. Biasanya mereka naik bus ke Makkah dengan ongkos SAR 50 atau Rp 215 ribu.
Tapi untuk haji, mereka dibatasi. Hanya lima tahun sekali. "Kalau naik haji, jatah kami 5 tahun sekali. Tidak boleh setiap tahun," ungkapnya. (ufi)
VP: Ilham Bintang Anugerah
Комментарии