filmov
tv
Tangisan dan Kemunculan Kadang tak Membuktikan Apa-apa
Показать описание
Mendengarkan kesaksian Reynaldi dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal kemarin, Farhat Abbas, menangis. Reynaldi atau Aldi sendiri menangis saat memberikan kesaksian. Penyiksaan tahun 2016 itu kembali hadir. Tak hanya Farhat Abbas yang menangis, kuasa hukum Saka Tatal lainnya juga ikut menangis haru.
Sebelumnya, Titin Prialianti, kuasa hukum Saka Tatal, sudah lebih dulu menangis. Ia menangis saat sidang PK baru saja dibuka. Katanya, ia terharu melihat Saka Tatal akhirnya berada pada sidang PK ini. Sesuatu yang tak pernah dibayangkannya. Ia sudah pasrah. Keluarga Saka pun sudah pasrah mencari keadilan yang tak kunjung didapat.
Tangisan tentu belum tentu bisa mengubah putusan hakim. Buktinya, tangisan Titin Prialianti langsung dibalas jaksa atau pihak termohon dengan menolak seluruh bukti baru yang diajukan pihak pemohon. Pun demikian dengan tangisan Aldi, Farhat Abbas, dan kuasa hukum Saka lainnya. Itu agaknya sesuatu yang dianggap terpisah dan tak membuktikan apa pun juga.
D luar sidang, Rudiana sudah mulai berani tampil di hadapan awak media. Tak sekadar tampil di pemakaman anaknya bersama kuasa hukumnya. Kali ini menggandeng atau digandeng kuasa hukum keluarga Vina, Hotman Paris Hutapea. Sempat pecah kongsi, Rudiana dan kuasa hukum keluarga Vina kali ini bergandengan tangan. Entah apa maknanya itu?
Kemunculan teman Vina, Widia dan Mega, agak memberatkan Vina. Cerita sebelum kematian Vina tentang Vina dan Eky agak sedikit membongkar hal-hal yang bersifat pribadi. Kesaksian Widia dan Mega seketika menghapus sebab kematian Eky dan Vina, yang dikatakan dibunuh dan diperkosa. Vina saja pada malam kejadian itu dalam kondisi berhalangan atau haid.
Apakah karena itu kuasa hukum keluarga Vina dan Rudiana mulai merapat atau bergandengan tangan? Entahlah. Intinya, Rudiana tetap membantah sudah menangkap dan menyiksa para terpidana saat itu, yang membuat Aldi dalam sidang PK Saka Tatal, pada saat yang bersamaan menangis getir. Istilah yang dipakai Rudiana mengamankan bukan menangkap. Entah apa bedanya?
Rudiana berani sumpah pocong, mati tujuh turunan. Tapi bukan dalam hal penangkapan yang diubahnya menjadi pengamanan dan penyiksaan, melainkan soal bahwa anaknya benar-benar sudah meninggal dan dikuburkan. Sebab, ada juga rumor yang mengatakan anaknya masih hidup. Yang dikuburkan bukanlah anaknya. Rumor liar netizen kok dipercaya? Rumor-rumor seperti itu muncul hanya karena ketersumbatan informasi. Itulah canggihnya netizen.
Artinya, Rudiana tak berani sumpah pocong bahwa dia sudah menangkap dan menyiksa para terpidana seperti yang diceritakan Aldi dalam persidangan PK Saka Tatal, kemarin. Istilah sumpah pocong ini pernah dimunculkan penasihat Kapolri Aryanto Sutadi, saat menanyakan langsung kepada Rudiana dalam acara talk show di televisi. Tapi sumpah pocongnya bukan dalam hal anaknya masih hidup atau sudah mati, melainkan dalam hal adanya penangkapan dan penyiksaan terhadap para terpidana yang dramatis itu.
Kemunculan Rudiana di hadapan publik tentu sudah dihitung baik-baik sebagaimana juga ketidakmunculannya selama ini. Ketidakmunculannya karena ia polisi aktif bisa jadi juga kemunculannya karena polisi aktif itu juga. Artinya, ia tak menimbang sendirian, sebagaimana juga dulu saat melakukan penangkapan dan penyiksaan seperti yang dikatakan Aldi dalam persidangan, kemarin. Apalah artinya seorang Aiptu sebagaimana pembelaan kuasa hukumnya selam ini.
Penampilan jaksa atau pihak termohon dalam sidang PK Saka Tatal pastilah juga dihitung. Ada angin segar jaksa konsisten dengan alur yang berjalan selama ini. Apalagi kerumitan atau kekacauan dalam kasus kematian Vina dan Eky ini nyaris sempurna.
Misalnya, dalam sidang PK Saka Tatal juga dibahas terpidana lainnya, termasuk substansi dari kasus ini sendiri pembunuhan-pemerkosaan atau kecelakaan juga dibahas. Sementara terpidana lainnya belum mengajukan PK. Belum lagi PK Rivaldi alias Ucil yang sudah dimasukkan kuasa hukumnya, sementara Peradi sendiri juga menganggap Ucil di bawah kuasa hukum mereka. Dede yang diharapkan hadir dalam sidang PK Saka Tatal ternyata tak hadir, karena Dede, kuasa hukumnya juga dari Peradi.
Artinya, banyak kuasa hukum, banyak terpidana, banyak saksi-saksi, sementara kasusnya sebetulnya sama. Apa tak kacau? Bisa jadi juga nantinya putusan hakim berbeda-beda. Ronald Tanur saja yang dituntut jaksa 12 tahun penjara, bisa tiba-tiba dibebaskan hakim. Tidak saja kacau, tapi sudah masuk tahap mengerikan hukum kita ini.
Sebelumnya, Titin Prialianti, kuasa hukum Saka Tatal, sudah lebih dulu menangis. Ia menangis saat sidang PK baru saja dibuka. Katanya, ia terharu melihat Saka Tatal akhirnya berada pada sidang PK ini. Sesuatu yang tak pernah dibayangkannya. Ia sudah pasrah. Keluarga Saka pun sudah pasrah mencari keadilan yang tak kunjung didapat.
Tangisan tentu belum tentu bisa mengubah putusan hakim. Buktinya, tangisan Titin Prialianti langsung dibalas jaksa atau pihak termohon dengan menolak seluruh bukti baru yang diajukan pihak pemohon. Pun demikian dengan tangisan Aldi, Farhat Abbas, dan kuasa hukum Saka lainnya. Itu agaknya sesuatu yang dianggap terpisah dan tak membuktikan apa pun juga.
D luar sidang, Rudiana sudah mulai berani tampil di hadapan awak media. Tak sekadar tampil di pemakaman anaknya bersama kuasa hukumnya. Kali ini menggandeng atau digandeng kuasa hukum keluarga Vina, Hotman Paris Hutapea. Sempat pecah kongsi, Rudiana dan kuasa hukum keluarga Vina kali ini bergandengan tangan. Entah apa maknanya itu?
Kemunculan teman Vina, Widia dan Mega, agak memberatkan Vina. Cerita sebelum kematian Vina tentang Vina dan Eky agak sedikit membongkar hal-hal yang bersifat pribadi. Kesaksian Widia dan Mega seketika menghapus sebab kematian Eky dan Vina, yang dikatakan dibunuh dan diperkosa. Vina saja pada malam kejadian itu dalam kondisi berhalangan atau haid.
Apakah karena itu kuasa hukum keluarga Vina dan Rudiana mulai merapat atau bergandengan tangan? Entahlah. Intinya, Rudiana tetap membantah sudah menangkap dan menyiksa para terpidana saat itu, yang membuat Aldi dalam sidang PK Saka Tatal, pada saat yang bersamaan menangis getir. Istilah yang dipakai Rudiana mengamankan bukan menangkap. Entah apa bedanya?
Rudiana berani sumpah pocong, mati tujuh turunan. Tapi bukan dalam hal penangkapan yang diubahnya menjadi pengamanan dan penyiksaan, melainkan soal bahwa anaknya benar-benar sudah meninggal dan dikuburkan. Sebab, ada juga rumor yang mengatakan anaknya masih hidup. Yang dikuburkan bukanlah anaknya. Rumor liar netizen kok dipercaya? Rumor-rumor seperti itu muncul hanya karena ketersumbatan informasi. Itulah canggihnya netizen.
Artinya, Rudiana tak berani sumpah pocong bahwa dia sudah menangkap dan menyiksa para terpidana seperti yang diceritakan Aldi dalam persidangan PK Saka Tatal, kemarin. Istilah sumpah pocong ini pernah dimunculkan penasihat Kapolri Aryanto Sutadi, saat menanyakan langsung kepada Rudiana dalam acara talk show di televisi. Tapi sumpah pocongnya bukan dalam hal anaknya masih hidup atau sudah mati, melainkan dalam hal adanya penangkapan dan penyiksaan terhadap para terpidana yang dramatis itu.
Kemunculan Rudiana di hadapan publik tentu sudah dihitung baik-baik sebagaimana juga ketidakmunculannya selama ini. Ketidakmunculannya karena ia polisi aktif bisa jadi juga kemunculannya karena polisi aktif itu juga. Artinya, ia tak menimbang sendirian, sebagaimana juga dulu saat melakukan penangkapan dan penyiksaan seperti yang dikatakan Aldi dalam persidangan, kemarin. Apalah artinya seorang Aiptu sebagaimana pembelaan kuasa hukumnya selam ini.
Penampilan jaksa atau pihak termohon dalam sidang PK Saka Tatal pastilah juga dihitung. Ada angin segar jaksa konsisten dengan alur yang berjalan selama ini. Apalagi kerumitan atau kekacauan dalam kasus kematian Vina dan Eky ini nyaris sempurna.
Misalnya, dalam sidang PK Saka Tatal juga dibahas terpidana lainnya, termasuk substansi dari kasus ini sendiri pembunuhan-pemerkosaan atau kecelakaan juga dibahas. Sementara terpidana lainnya belum mengajukan PK. Belum lagi PK Rivaldi alias Ucil yang sudah dimasukkan kuasa hukumnya, sementara Peradi sendiri juga menganggap Ucil di bawah kuasa hukum mereka. Dede yang diharapkan hadir dalam sidang PK Saka Tatal ternyata tak hadir, karena Dede, kuasa hukumnya juga dari Peradi.
Artinya, banyak kuasa hukum, banyak terpidana, banyak saksi-saksi, sementara kasusnya sebetulnya sama. Apa tak kacau? Bisa jadi juga nantinya putusan hakim berbeda-beda. Ronald Tanur saja yang dituntut jaksa 12 tahun penjara, bisa tiba-tiba dibebaskan hakim. Tidak saja kacau, tapi sudah masuk tahap mengerikan hukum kita ini.
Комментарии