Sejarah Singkat Tahlilan di Tanah Jawa ~ Oleh Sunan Kali Jaga || Ustadz Adi Hidayat Lc MA

preview_player
Показать описание
LINK KAJIAN PENUH :

Description ------------------------------------------------------

Sumber --------------------------------------------------------

Allah Subhanahu Wata'ala

Pembicara : Ustadz Adi Hidayat Lc MA

Channel Akhyar Tv:

+ Sebarkan dengan bertujuan Dakwah, Semoga menjadi Amal Jariyah. Barakallahu Fiikum.

Jazakumulllahukhaira --------------------------------------------

Social Media :

Рекомендации по теме
Комментарии
Автор

Subhanallah...
Ustad Adi Hidayat adalah panutanku, meskipun beliau lulusan Timur Tengah tetapi tetap mempertahankan kondisi agama di nusantara ini dengan argumen yang ilmiah.Patutlah ulama ini menjadi ulama Indonesia panutan yang mempersatukan umat dengan keberagamannya.

BangAlBAROKAHMOTORMAGELANG
Автор

Ustad adi hidayat memang tinggi ilmunya tapi g sombong...👍👍👍

apriyantobudiprasetyo
Автор

subhanallah
trimksh ustadz adi hidayat.
atas ilmulnya smga bermanfaat.

wisatamalam
Автор

Dilihat dari kronologi sejarah tahlilan, sebetulnya awalnya "dzikir-dzikir umum" yang pada zaman dahulu sudah lazim jadi wiridan (bacaan kalimah dzikir). Kemudian dimanfaatkan Walisongo untuk "alat" atau "sarana" syiar menyebarkan agama Islam dengan mengganti "mantera-mantera" selamatan (permohonan roh kepada nenek moyang atau dewa) diganti dengan "kalimat-kalimat tauhid" (dzikir-dizkir). Pada perkembangannya semua upacara adat doanya sudah tidak lagi menggunakan mantera-mantera atau memohohon arwah leluhur tetapi sudah bergeser dengan kalimat-kalimat tauhid yang ada dalam tahlilan itu mulai dari upacara pernikahan, sunatan, syukuran, mendirikan rumah dll (di desa-desa sampai sekarang klo mau ada hajatan nikah atau hajat apa saja malem harinya sebelum hari H minta doa orang banyak/masyarakat dengan baca tahlil itu). Yang aneh kok sekarang opini yang menonjol (terbentuk?) ---- tahlilan menjadi "selalu dihubungkan" dengan orang meninggal ya?

Jangankan mantera-mantera diganti dengan kalimat tauhid tahlil -- tempat ibadah kita (masjid) -- bentuknya tidak seperti sekarang -- bentuk masjid kuno (zaman dulu di Nusantara semua masjidnya pasti bentuknya atap tumpang menyesuaikan unsur lokal (bahkan ada masjid yang masih menggunakan bekas pura Hindu seperti di Menara Kudus Jawa Tengah Masjid Sunan Kudus dan Masjid Sendang Duwur di Tuban) -- ini perpaduan dengan budaya lokal atau Hindu untuk mengesankan bahwa Islam itu “ramah”, "toleran" dan universal gitu kali ya.. agar bisa diterima masyarakat.

Dengan KEARIFAN LOKAL tidak serta merta mengharamkan segala sesuatu yang berbeda, bahkan kalau bisa digunakan sebagai “sarana”  atau “alat syiar”. Contohnya sudah diuraikan diatas seperti yang dilakukan Walisongo, upacara adat mantera-manteranya diganti dengan kalimat tauhid (dzikir-dzikir) seperti tahlilan itu. Atau bahkan Sultan Agung bagaimana menarik rakyatnya agar beragama Islam dengan menciptakan Kalender Jawa dari paduan Kalender Hijriyah (Islam) dengan Kalender Caka (Hindu).

Sebaliknya kalau kita TIDAK MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL misalnya tiba-tiba dakwah di masyarakat pelosok desa-desa itu tradisi-tradisinya kita babat atau dibumihanguskan dengan mengatakan syirik, bid`ah, masuk neraka -- dijamin 100% mereka tersinggung dan menentang. Kalau sudah begini ADA DUA KERUGIAN, pertama harusnya bisa diajak ke agama tauhid tetapi malah menjadi antipati (membenci) agama kita (wis ora keno iwake, buthak banyune). Kedua, citra agama kita juga menjadi jelek karena ulah kita, mereka  ganti membalas merasa kepercayaan mereka  disalahkan— karena kita terlanjur “menyalahkan” menjelekkan keyakinan mereka --- sehingga ganti dibalas keyakinan kita (Islam) yang kena getahnya nama Islam jadi jelek dikesankan oleh masyarakat. Persinggunggan demikian sering terjadi di masyarakat-masyarakat  pedesaan (tradisional), tidak hanya di Jawa bahkan nyaris merata di pelosok-pelosok nusantara masa lalu (bahkan mungkin sampai sekarang).

Tahlilan dianggap memiliki nilai ibadah sebagai amalan atau bacaan kalimah dzikir yang waktu dan tata caranya "tidak mengikat" (asal tidak kondisi hadats), tidak seperti shalat sebagai dzikir yang bersifat mengikat (syarat, rukun,  waktu, dan jumlah rakaatnya sudah ditentukan).

Sebetulnya kalau ditelusuri sumbernya atau sejarah "tahlilan" asalnya dari dzikir-dzikir umum yang dicari di kitab-kitab hadits tentang  (Bab) Dzikir  banyak ditemukan bacaan dzikirnya. Ada yang membacanya setiap hari, ada yang setiap malam Jum`at (dengan pertimbangan keutamaan dalil Hari Jum`at, biasanya juga berjama`ah). Nilai syiarnya justru berjamaah itu kalau di desa-desa, biasanya karena kumpul-kumpul demikian. Lalu kalau di desa-desa itu kan masih sarat dengan upacara-upacara adat ya dari pernikahan, sunatan, kekahan (aqiqoh) dll – tuan rumah “memanfaatkan” (mengunduh) majlis dzikir tahlilan sebagai minta doanya orang banyak (masyarakat).  

Kesan paling parah (salah kaprah?) adalah bila di “unduh” (dimanfaatkan) keluarga yang baru meninggal atau dihubungkan dengan “orang meninggal” sehingga kesannya tahlilan itu untuk orang meninggal. Yaitu digunakan untuk mendoakan dengan mengirim sedekah (shadaqah) pahala bacaan-bacaan istighfar (mohon pengampunan), tasbih, tahlil, dll dikirimkan sebagai hadiah pahalanya untuk yang sudah meninggal.

Tentang "DALIL- DALIL" hadiah sedekah pahala (kirim pahala) kepada orang tua yang sudah meninggal dalam bacaan kalimah dzikir tahlilan biasanya digunakan :

Kisah-1; “Seorang lelaki datang kepada Nabi saw. dan berkata: Ibuku telah mati mendadak, dan tidak berwasiat dan saya kira sekiranya ia sempat bicara, pasti akan bersedekah, apakah ada pahala baginya jika Aku bersedekah untuknya? Jawab Nabi saw: Ya.’ (HR.Bukhori, Muslim dan Nasa’i)

Kisah-2; “Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulallah saw.: ‘Ayah saya meninggal dunia, dan ada
meninggalkan harta serta tidak memberi wasiat. Apakah dapat menghapus dosanya bila saya sedekahkan?’ Nabi saw. menjawab : Dapat!” (HR Ahmad, Muslim dan lain-lain).

Kisah-3; “Ibu Saad bin Ubadah meninggal dunia disaat dia (Saad bin Ubadah) sedang tidak ada ditempat.
Maka berkatalah ia : ‘Wahai Rasulallah! Sesungguhnya ibuku telah wafat disaat aku sedang tidak ada disisinya, apakah ada sesuatu yang bermanfaat untuknya jika aku sedekahkan? Nabi menjawab; Ya ! Berkata Sa’ad bin Ubadah : Saya persaksikan kepadamu (wahai Rasulallah) bahwa kebun kurma saya yang sedang berbuah itu sebagai sedekah untuknya’.” (HR Bukhori, Turmudzi dan Nasa’i)

Kisah-4; “Bahwa Nabi saw.pernah mendengar seorang laki-laki berkata: Labbaik an Syubrumah (Ya Allah, saya perkenankan perintahMu untuk si Syubrumah). Nabi bertanya: Siapa Syubrumah itu? Dia menjawab : Saudara saya atau teman dekat saya. Nabi bertanya: Apakah engkau sudah berhaji untuk dirimu? Dia menjawab: belum! Nabi bersabda: Berhajilah untuk dirimu kemudian berhajilah (pahalanya) untuk Syubrumah ! ”. (HR.Abu Daud).

Kisah-5; Kisah dua anak yatim dari orangtua yang sholeh, sebagaimana termaktub surat Al-Kahfi:82. Itu pun sepenuhnya merupakan manfaat yang diperoleh dari orang lain, bukan dari amal kebajikan dua anak yatim itu sendiri.

Kisah-6; Rasulallah saw menangguhkan sholat mayyit bagi orang yang wafat dalam keadaan berhutang hingga
hutangnya dilunasi oleh orang lain, seperti yang dilakukan oleh Qatadah ra dan Imam Ali bin Abi Thalib ra. Itupun merupakan kenyataan bahwa manfaat dapat di peroleh dari amal kebajikan orang lain.

Kisah-7; Anak-anak orang mukmin (yang wafat dalam keimanan) akan masuk surga dengan amal bapak mereka
(yang mukmin) dan ini juga berarti mengambil manfaat semata-mata amal orang lain. (QS at-Thur : 21).

Kisah-8; Orang yang duduk dengan ahli dzikir akan diberi rahmat (ampunan) dengan berkah ahli dzikir itu
sedangkan dia bukanlah diantara mereka dan duduknya itupun bukan untuk dzikir melainkan untuk keperluan tertentu, maka nyatalah bahwa orang itu telah mengambil manfaat dengan amalan orang lain. (HR Bukhori, Muslim dari Abu Hurairah).

Kisah-9; Shalat untuk mayyit (baca: sholat jenazah) dan berdo’a untuk si mayyit didalam shalat ini, adalah pemberian syafa'at untuk mayyit dengan shalatnya itu, ini juga pengambilan manfaat dengan amalan orang lain yang masih hidup.

Kisah-10; Para periwayat hadits seperti Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, memasukkan hadits ini dengan judul  Bab Wushul Tsawab Ash Shadaqat Ilal Mayyit (Bab: Sampainya pahala Sedekah kepada Mayit). Imam An Nasa’i dalam kitab Sunannya memasukkan hadits ini dengan judul Bab Fadhlu Ash Shadaqat ‘anil Mayyit (Bab: Keutamaan Bersedekah Untuk Mayyit). Imam Al Bukhari dalam kitab Shahih-nya dengan judul Bab Maa Yustahabu Liman Tuwufiya Fuja’atan An Yatashaddaquu Anhu wa Qadha’i An Nudzur ‘anil Mayyit (Bab: Apa saja yang dianjurkan bagi yang wafat tiba-tiba, bersedekah untuknya, dan memenuhi nazar si mayyit).
 
Kisah-11; disebutkan Nabi SAW pernah melewati  kuburan, lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya dua mayat ini sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencingnya, sedang yang lainnya ia dahulu suka mengadu domba”. Kemudian beliau meminta pelepah kurma yang masih basah dan dibelahnya menjadi dua. Setelah itu beliau menancapkan salah satunya pada sebuah kuburan dan yang satunya lagi pada kuburan yang lain seraya bersabda: “Semoga pelepah itu dapat meringankan siksanya, selama belum kering”(HR. Bukhari, Muslim). Bukankah di al-Quran juga disebutkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu selalu bertasbih kepada Allah hanya manusia tidak mendengarnya? Pengarang Tafsir al-Qur`an Al-Qurthubi mengatakan : “Ulama kita menjelaskan, kalau tasbihnya kayu saja (pelepah kurma)  dapat meringankan azab kubur (bermanfaat kepada mayat), maka apalagi bacaan al-qur’an yang dilakukan oleh seorang mukmin?.”

Kisah-12;  “Sesungguhnya setiap tasbih adalah sadaqah, setiap takbir sadaqah, setiap tahmid sadaqah dan
setiap tahlil adalah sadaqah. (H.R. Muslim).

Bukankah dalam tahlilan itu isinya mencakup semuanya: ya shadaqoh harta yang dikeluarkan, ya shadaqoh bacaan Quran, ya shadaqah bacaan tasbih, takbir, tahmid, tahlil dll???

HaryantoSMPPaliyanGK
Автор

suka sama Ustad Adi H. Halus bnget bahasanya sopan bnget dan mudah dimengerti maksutnya:), terima kasih ustad semoga Allah SWT lipat gandakan pahala ustad

nadhifrahmansyah
Автор

Semoga yg masih berat meninggalkan tradisi yg bukan ajaran rasulullah segera dapat hidayah, terimakasih atas pencerahannya pak Ustadz... lanjutkan sampaikan kebenaran meski banyak tantangan.

suwismopbg
Автор

Alhamdulillah. Bangsa kita punya ustadz yg cerdas

illiyasyuziyanna
Автор

Jadi bisa disimpulkan dari uraian beliau, bahwa tahlilan adalah strategi dakwah walisongo yang belum tuntas, pada prosesnya mandeg karena mulai datangnya bangsa eropa, sehingga pada saat itu fokus dakwah disibukan dengan jihad memerangi penjajah,
Jadi, yuk, mari lanjutkan perjuangan dakwah wali songo, lakukan takjiah sesuai sunnah, bukanya malah bikin dakwah para wali jadi jalan di tempat dengan malah melestarikan tahlilan, bukan meluruskanya,

Ahmadt
Автор

yang jadi masalah itu kalo yang ga ikut tahlilan dianggap ga sopan sama warga sekitar dan dianggap sesat. susahnya hidup di jawa

sarofudin
Автор

Bismillahirohmanirohim.. baca komentar dibawah banyak yg kurang baik. Ust adi hanya menjelaskan apa yg dia ketahui sesuai tuntunan agama. Byk yg baru melihat video sepintas tapi langsung terbawa emosi. Intinya itu gampang, kalau yakin lakukan, ga yakin tinggalkan. Jangan sampai ketidaksepakatan membuat kita pecah. Harga dan hormati keyakinan org lain 😊

fichyc.prastyo
Автор

Bagi yg bingung dan berdebat
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59)

alibustomip
Автор

Jd jangan benci sama tradisi tahlilan.. Sebab itu strategi wali supaya islam bisa di terima. Tapi di zaman modern ini lebih baik tinggalkan saja. Karna situasi dan kondisinya beda dgn masa wali

jhonythekill
Автор

karena dengan tahlilan ukwah islamiyah selalu terjaga ' tahlilah selagi keluarga mampu untuk memberi sedekah kepada fakir miskin dan anak" yatim .. jika tidak suka tahlilan maka berdiam dirilah dan hargai orang yang suka baca al quran dan membagi-bagikan sedekah ..

aidarahma
Автор

Walisongo itu paham agama, yg dilakukan dulu semata² hanyalah strategi dakwah, hanya sebuah metode agar Islam bisa diterima dulu. Sebagaimana klo orang belum bisa membaca Al quran, akhirnya dibuatlah buku iqro, jadi membaca iqro itu bukan mengaji, tp sarana belajar agar bisa mengaji yg sesungguhnya yaitu membaca al quran. Ketika sudah bisa membaca al quran, maka buku iqro tadi sudah tdk dipake lagi krn itu hanya metode, dan bukan bagian dr ibadah. Sama halnya tahlilan, sejarahnya jelas, sekarang kondisinya umat Islam sudah mayoritas, dakwah sudah mwnyebar, kebenaran harus disampaikan walaupun pahit.

faisalamar
Автор

haryanto..saya sepakat dg "kearifan budaya lokal" klo jaman itu jelas sgt dibutuhkan...dan insya alloh dibenarkan...tapi klo trs2an tdk diluruskan kpn kita akan kembali ke sunnah ? buktinya sekarang ketika disampaikan kebenaran sesuai aturan...malah di kecam dibilang wahabi dll...lalu. pertanyaan saya siapa sebenarnya yg harus didahulukan ? sunnahkah ? budayakah ? dan siapa yg hrs diilang keliru ..yg diberi tahukah ? atw yg diberi tahu ? yg memberi tau jelas landasan hukumnya dan sgt2 ilmiah...yg diberi tau hanya berdasarkan qias yg memaksakan diri..dan yg lbh parah EMOSI..maaf barangkali sy lancang.

tiosutiyo
Автор

Alhamdulillah.
Tabarakallahufiikum.
Aamiin³³ YRA

djokosumartono
Автор

Bagus sekali penjelasan UAH...begitu ilmiah dalam menjelaskan sejarah tahlilan...kita sbg generasi muda hanya dituntut ut arif saja dlm menyikapi tahlilan...yg tahlilan silahkan yg tidak juga silahkan...intinya tahlilan mayat bukan wajib hukumnya...

veraxera
Автор

dari keburukan menjadi sebuah kebaikan...
subhanallah

sainagata
Автор

Yang paling ngeri tahlilan di lakukan karena malu kalo ga ngelakuin...dan akhirnya sampe ngutang sama orang laen untuk melakukan tahlilan...nyatanya manggil ustad kalo ga dikasih amplop bakal jadi omongan masyarakat...kalo sunah nabi justru tetangganya yang membantu membawa kan makanan tujuan untuk menghibur...bukan menyusahkan...

duniajenal
Автор

Ini yang terjadi sama saya sekarang.. ibu mertua belum lama meninggal...
Disaat saya pribadi tidak mengikuti tradisi tahlilan... tapi bapa mertua tetep ingin tahlilan...

Arzikinalendradavian