filmov
tv
Bedah Editorial MI - Suka-Suka Mengelola Anggaran
Показать описание
MetroTV, PENGELOLAAN anggaran di negeri ini masih saja menjadi penyakit akut yang merugikan banyak orang. Pengelolaannya tetap saja buruk, tidak optimal, tidak tepat sasaran, bahkan cenderung dihabiskan untuk hal-hal yang tak perlu.
Sebagai penyakit menahun, buruknya pengelolaan anggaran terus diperlihatkan oleh pejabat. Terkini, fenomena memprihatinkan itu terungkap dalam Rapat Kerja Nasional Pengawasan Intern Pemerintah 2023 di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jakarta, Rabu (14/6). Adalah Presiden Joko Widodo yang membeberkannya.
Jokowi jengkel karena realisasi anggaran APBN maupun APBD masih dilakukan sesuka hati. Alih-alih digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, uang rakyat itu justru dihambur-hamburkan lewat beragam modus yang tak bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat.
Ambil amsal dana untuk penanganan stunting. Jokowi mencontohkan dari anggaran Rp10 miliar, jumlah yang betul-betul untuk mengatasi masalah gizi kronis yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak itu cuma Rp2 miliar. Hanya seperlima yang dialokasikan untuk membeli telur, ikan, daging, susu, protein, atau sayur. Sebagian besar malah dihabiskan untuk perjalanan dinas, rapat-rapat, program penguatan, pengembangan, dan lain-lain yang tak jelas juntrungannya.
Sebangun dengan anggaran pengembangan usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) sebesar Rp2,5 miliar. Dari jumlah itu, lebih dari separo dialokasikan untuk honor dan perjalanan dinas. Sebagian besar lainnya juga dipergunakan untuk hal-hal yang tak terlalu konkret, yang tak bisa langsung dirasakan faedahnya oleh pelaku UMKM.
Apa yang dipaparkan Presiden bukanlah hal yang baru. Buruknya pengelolaan anggaran itu sudah ada sejak dulu, sekarang, dan kalau tidak ada upaya perbaikan yang radikal, dipastikan berlanjut di masa-masa mendatang.
Pejabat di negeri ini memang aneh, juga konyol. Mereka tak jarang mengeluh karena sulitnya mendapatkan dana tetapi ketika dana sudah ada, penggunaannya semaunya. Tak cuma tak optimal, tak hanya tak menukik langsung pada kebutuhan dan kepentingan rakyat, serapan anggaran pun konsisten rendah saban tahun.
Tentu kita tak ingin persoalan seperti itu ada lagi, lagi, dan lagi. Buruknya pengelolaan anggaran harus diakhiri agar masalah yang membelit masyarakat bisa lekas disudahi. Soal stunting, misalnya, bagaimana mungkin ia dapat segera dituntaskan jika anggaran yang ada lebih banyak dihabiskan untuk memanjakan pejabat?
Agar pengelolaan anggaran bisa optimal untuk rakyat, pengawasannya tentu harus maksimal. Celakanya, hingga kini pengawasan juga masih memble. Jika tak ada perbaikan dalam pengawasan, jangan harap pula pengelolaan anggaran akan membaik.
Oleh karena itu, Presiden tak perlu terus mengeluh, jengkel, kesal, karena pengelolaan anggaran masih buruk. Perintahkan saja jajaran yang ada untuk meningkatkan pengawasan. Kalau tak mampu juga, jika tak mau jua, ganti mereka dengan yang punya kemampuan dan kemauan. Bukankah Presiden punya wewenang dan kekuasaan melakukan itu semua?
Presiden semestinya menekan Menteri Dalam Negeri untuk lebih serius mengawasi penggunaan APBD. Presiden seharusnya lebih tegas menginstruksikan Menteri Keuangan untuk betul-betul selektif dalam mengucurkan dana ke daerah. Prinsip stick and carrot wajib ditegakkan. Juga, Presiden sepatutnya lebih tegas meminta BPKP agar lebih optimal mengawasi penggunaan uang rakyat.
Rakyat tak butuh keluhan dari pemimpin. Yang diinginkan rakyat adalah perbaikan pengelolaan anggaran sehingga setiap rupiah benar-benar untuk kepentingan mereka. Kalau hanya keluhan, rasa kesal, rasa jengkel, rakyat sudah kenyang.
#BedahEditorialMI #EditorialMediaIndonesia #SukaSukaMengelolaAnggaran
#Metrotv #topreviewmetrotv
-----------------------------------------------------------------------
Follow juga sosmed kami untuk mendapatkan update informasi terkini!
Sebagai penyakit menahun, buruknya pengelolaan anggaran terus diperlihatkan oleh pejabat. Terkini, fenomena memprihatinkan itu terungkap dalam Rapat Kerja Nasional Pengawasan Intern Pemerintah 2023 di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jakarta, Rabu (14/6). Adalah Presiden Joko Widodo yang membeberkannya.
Jokowi jengkel karena realisasi anggaran APBN maupun APBD masih dilakukan sesuka hati. Alih-alih digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, uang rakyat itu justru dihambur-hamburkan lewat beragam modus yang tak bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat.
Ambil amsal dana untuk penanganan stunting. Jokowi mencontohkan dari anggaran Rp10 miliar, jumlah yang betul-betul untuk mengatasi masalah gizi kronis yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak itu cuma Rp2 miliar. Hanya seperlima yang dialokasikan untuk membeli telur, ikan, daging, susu, protein, atau sayur. Sebagian besar malah dihabiskan untuk perjalanan dinas, rapat-rapat, program penguatan, pengembangan, dan lain-lain yang tak jelas juntrungannya.
Sebangun dengan anggaran pengembangan usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) sebesar Rp2,5 miliar. Dari jumlah itu, lebih dari separo dialokasikan untuk honor dan perjalanan dinas. Sebagian besar lainnya juga dipergunakan untuk hal-hal yang tak terlalu konkret, yang tak bisa langsung dirasakan faedahnya oleh pelaku UMKM.
Apa yang dipaparkan Presiden bukanlah hal yang baru. Buruknya pengelolaan anggaran itu sudah ada sejak dulu, sekarang, dan kalau tidak ada upaya perbaikan yang radikal, dipastikan berlanjut di masa-masa mendatang.
Pejabat di negeri ini memang aneh, juga konyol. Mereka tak jarang mengeluh karena sulitnya mendapatkan dana tetapi ketika dana sudah ada, penggunaannya semaunya. Tak cuma tak optimal, tak hanya tak menukik langsung pada kebutuhan dan kepentingan rakyat, serapan anggaran pun konsisten rendah saban tahun.
Tentu kita tak ingin persoalan seperti itu ada lagi, lagi, dan lagi. Buruknya pengelolaan anggaran harus diakhiri agar masalah yang membelit masyarakat bisa lekas disudahi. Soal stunting, misalnya, bagaimana mungkin ia dapat segera dituntaskan jika anggaran yang ada lebih banyak dihabiskan untuk memanjakan pejabat?
Agar pengelolaan anggaran bisa optimal untuk rakyat, pengawasannya tentu harus maksimal. Celakanya, hingga kini pengawasan juga masih memble. Jika tak ada perbaikan dalam pengawasan, jangan harap pula pengelolaan anggaran akan membaik.
Oleh karena itu, Presiden tak perlu terus mengeluh, jengkel, kesal, karena pengelolaan anggaran masih buruk. Perintahkan saja jajaran yang ada untuk meningkatkan pengawasan. Kalau tak mampu juga, jika tak mau jua, ganti mereka dengan yang punya kemampuan dan kemauan. Bukankah Presiden punya wewenang dan kekuasaan melakukan itu semua?
Presiden semestinya menekan Menteri Dalam Negeri untuk lebih serius mengawasi penggunaan APBD. Presiden seharusnya lebih tegas menginstruksikan Menteri Keuangan untuk betul-betul selektif dalam mengucurkan dana ke daerah. Prinsip stick and carrot wajib ditegakkan. Juga, Presiden sepatutnya lebih tegas meminta BPKP agar lebih optimal mengawasi penggunaan uang rakyat.
Rakyat tak butuh keluhan dari pemimpin. Yang diinginkan rakyat adalah perbaikan pengelolaan anggaran sehingga setiap rupiah benar-benar untuk kepentingan mereka. Kalau hanya keluhan, rasa kesal, rasa jengkel, rakyat sudah kenyang.
#BedahEditorialMI #EditorialMediaIndonesia #SukaSukaMengelolaAnggaran
#Metrotv #topreviewmetrotv
-----------------------------------------------------------------------
Follow juga sosmed kami untuk mendapatkan update informasi terkini!
Комментарии