filmov
tv
Saifuddin Quthuz - Sang Pahlawan Penakluk Bangsa Mongol (Tatar)
Показать описание
Tahun 656 Hijriah, Dinasti Abbasiyah terpaksa menutup kerajaannya setelah berdiri selama 6 abad lamanya. Dua ratus ribu pasukan Mongol datang dari arah timur melancarkan serangan dengan brutal. Tanpa belas kasihan mereka menghabisi seluruh muslimin di Baghdad. Lebih dari itu mereka juga membakar dan menenggelamkan karya-karya peradaban Islam di sungai Tigris hingga air sungai menjadi hitam akibat lunturnya tinta pengetahuan. Umat muslim tidak pernah menduga inilah masa yang dicatat sejarah sebagai awal kemunduran peradaban Islam.
Satu persatu wilayah muslimin ditaklukkan Mongol, pimpinan Hulaghu Khan. Kebuasan bangsa Mongol menjadi momok menakutkan umat Islam saat itu. Namun tidak bagi seorang Saifudin Qutuz yang berani mematahkan mitos di masyarakat bahwa bangsa Mongol tak bisa dikalahkan.
Dialah orang yang dilahirkan di muka bumi seakan-akan memiliki satu tugas kemudian wafat. Tugas yang sangat besar yaitu menghancurkan kebrutalan pasukan Tatar yang telah merusak peradaban umat Islam.
Nama aslinya adalah Mahmud bin Mamdud namun sejarah lebih mengenalnya dengan sebutan Saifuddin Qutuz sebab keberaniannya serta perjalanan hidup yang keraslah yang membuat ia lebih dikenal dengan nama Qutuz. Awalnya Qutuz lahir dari nasab bangsawan. Keluarganya adalah pemimpin di wilayah Khawarizm pada masa Dinasti Abbasiyah. Oleh sebab itu Qutuz kecil diasuh dan dididik dalam lingkungan istana. Ia belajar agama, kepemimpinan, serta pengetahuan lainnya di sana untuk disiapkan menjadi generasi penerus.
Qutuz yang menjadi saksi kekejaman Mongol menjadi sakit hati atas kesewenangan mereka. Apalagi wilayah yang didiaminya saat itu -Mesir- menjadi salah satu tujuan Hulaghu Khan. Tak ada jalan lain baginya kecuali dengan perlawanan. Umat muslim harus bangkit melawan kebrutalan Mongol.
Saifuddin Qutuz mulai menyusun rencana untuk menghentikan invasi pasukan Mongol. Tekatnya dibarengi restu dari para ulama agar ia dapat memimpin Mesir menggantikan raja yang masih kecil. Kepercayaan tersebut ia dapat berkat kematangan pribadi serta kesalehannya. Qutuz memulai langkahnya dengan mendekati para ulama dan masyarakat.
Ia terus melakukan perbaikan-perbaikan internal sampai masyarakatnya mau untuk bersatu. Ketika upayanya tercapai, niatnya untuk melakukan jihad mesti tertahan karena kas negara tidak cukup untuk mendanai peperangan.
Ketika Qutuz mempersiapkan prajurit untuk membentuk pasukan, dia mendapat surat ancaman dari Hulaghu Khan. Ia langsung mengumpulkan para panglima untuk segera mempercepat persiapan. Saifuddin Qutuz mengumpulkan seluruh pasukan, masyarakat, dan ulama lalu dia berpidato sembari meneteskan air mata
“Aku yang akan menghadapi pasukan Tatar sendiri, wahai para pemimpin umat Islam, kalian masih memiliki waktu untuk makan dari Baitul Maal. Kalian tidak suka berperang, tapi aku bersedia menghadapi. Siapa saja diantara kalian yang memilih jihad mari bersamaku, dan siapa saja diantara kalian yang tidak memilih jihad, silakan kembali ke rumah. Tuhan mengetahuinya. Dosa umat Islam menjerat leher mereka yang terlambat-dan tidak mau- berperang; Wahai para pemimpin umat Islam, siapa yang akan memeluk Islam lagi jika tidak ada kita”
Piadato yang begitu emosional ini disebabkan karena umat islam saat itu berada pada ambang kehancuran. Penaklukan dan penindasan terhadap umat dimana-mana serta tidak adanya perlawanan membuat sesak dada para pejuang muslim yang masih tersisa di tanah Mesir itu.
Tanpa menunggu waktu yang lebih lama, Saifuddin Qutuz memberangkatkan pasukannya ke ‘Ain Jalut dekat danau Tiberias. Di tempat itu lah kedua pasukan bertemu tepat pada tanggal 25 Ramadan 658 Hijriyah. Dengan strategi matang, Qutuz bersama panglimanya Ruknuddin Baybars menghadapi serangan barbar pasukan Mongol.Tanpa diduga pasukan muslim bisa memukul pasukan Tatar hingga mundur ke wilayah timur yaitu daerah Bisan, Palestina.
Dalam pertempuran itu, kuda Saifuddin Qutuz tewas terkena anak panah musuh. Ketika mengetahui pemimpinnya terjatuh, salah satu prajurit muslim berkata “Naiklah ke kudaku, wahai pimpinan, jika engkau meninggal maka akan menjadi bencana bagi umat Islam.” Namun Saifuddin Qutuz menjawab: ”Ini Islam, bukan hanya seorang Saifuddin Qutuz, Jika Qutuz meninggal, Islam tetap akan berjaya dan besar, betapa banyak panglima Islam yang gugur namun Islam menjadi berkembang dan besar”.
Seruan tersebut membangkitkan semangat juang pasukan islam. Meraka berhasil unggul dan dapat membunuh panglima tentara Tatar yang bernama Kitbuqa, waqila namanya adalah Katabga.
Kemenangan yang diraih pasukan muslim waktu itu menjadi berita yang besar dan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Saifuddin Qutuz rahimahullah menjadi simbol kebanggaan dan menumbuhkan kembali semangat umat yang sempat redup.
Barakallahu Fiikum Ustadz Budi Ashari Lc
LIKE - SHARE - SUBSCRIBE!
YouTube : Saddam Syaikh
Satu persatu wilayah muslimin ditaklukkan Mongol, pimpinan Hulaghu Khan. Kebuasan bangsa Mongol menjadi momok menakutkan umat Islam saat itu. Namun tidak bagi seorang Saifudin Qutuz yang berani mematahkan mitos di masyarakat bahwa bangsa Mongol tak bisa dikalahkan.
Dialah orang yang dilahirkan di muka bumi seakan-akan memiliki satu tugas kemudian wafat. Tugas yang sangat besar yaitu menghancurkan kebrutalan pasukan Tatar yang telah merusak peradaban umat Islam.
Nama aslinya adalah Mahmud bin Mamdud namun sejarah lebih mengenalnya dengan sebutan Saifuddin Qutuz sebab keberaniannya serta perjalanan hidup yang keraslah yang membuat ia lebih dikenal dengan nama Qutuz. Awalnya Qutuz lahir dari nasab bangsawan. Keluarganya adalah pemimpin di wilayah Khawarizm pada masa Dinasti Abbasiyah. Oleh sebab itu Qutuz kecil diasuh dan dididik dalam lingkungan istana. Ia belajar agama, kepemimpinan, serta pengetahuan lainnya di sana untuk disiapkan menjadi generasi penerus.
Qutuz yang menjadi saksi kekejaman Mongol menjadi sakit hati atas kesewenangan mereka. Apalagi wilayah yang didiaminya saat itu -Mesir- menjadi salah satu tujuan Hulaghu Khan. Tak ada jalan lain baginya kecuali dengan perlawanan. Umat muslim harus bangkit melawan kebrutalan Mongol.
Saifuddin Qutuz mulai menyusun rencana untuk menghentikan invasi pasukan Mongol. Tekatnya dibarengi restu dari para ulama agar ia dapat memimpin Mesir menggantikan raja yang masih kecil. Kepercayaan tersebut ia dapat berkat kematangan pribadi serta kesalehannya. Qutuz memulai langkahnya dengan mendekati para ulama dan masyarakat.
Ia terus melakukan perbaikan-perbaikan internal sampai masyarakatnya mau untuk bersatu. Ketika upayanya tercapai, niatnya untuk melakukan jihad mesti tertahan karena kas negara tidak cukup untuk mendanai peperangan.
Ketika Qutuz mempersiapkan prajurit untuk membentuk pasukan, dia mendapat surat ancaman dari Hulaghu Khan. Ia langsung mengumpulkan para panglima untuk segera mempercepat persiapan. Saifuddin Qutuz mengumpulkan seluruh pasukan, masyarakat, dan ulama lalu dia berpidato sembari meneteskan air mata
“Aku yang akan menghadapi pasukan Tatar sendiri, wahai para pemimpin umat Islam, kalian masih memiliki waktu untuk makan dari Baitul Maal. Kalian tidak suka berperang, tapi aku bersedia menghadapi. Siapa saja diantara kalian yang memilih jihad mari bersamaku, dan siapa saja diantara kalian yang tidak memilih jihad, silakan kembali ke rumah. Tuhan mengetahuinya. Dosa umat Islam menjerat leher mereka yang terlambat-dan tidak mau- berperang; Wahai para pemimpin umat Islam, siapa yang akan memeluk Islam lagi jika tidak ada kita”
Piadato yang begitu emosional ini disebabkan karena umat islam saat itu berada pada ambang kehancuran. Penaklukan dan penindasan terhadap umat dimana-mana serta tidak adanya perlawanan membuat sesak dada para pejuang muslim yang masih tersisa di tanah Mesir itu.
Tanpa menunggu waktu yang lebih lama, Saifuddin Qutuz memberangkatkan pasukannya ke ‘Ain Jalut dekat danau Tiberias. Di tempat itu lah kedua pasukan bertemu tepat pada tanggal 25 Ramadan 658 Hijriyah. Dengan strategi matang, Qutuz bersama panglimanya Ruknuddin Baybars menghadapi serangan barbar pasukan Mongol.Tanpa diduga pasukan muslim bisa memukul pasukan Tatar hingga mundur ke wilayah timur yaitu daerah Bisan, Palestina.
Dalam pertempuran itu, kuda Saifuddin Qutuz tewas terkena anak panah musuh. Ketika mengetahui pemimpinnya terjatuh, salah satu prajurit muslim berkata “Naiklah ke kudaku, wahai pimpinan, jika engkau meninggal maka akan menjadi bencana bagi umat Islam.” Namun Saifuddin Qutuz menjawab: ”Ini Islam, bukan hanya seorang Saifuddin Qutuz, Jika Qutuz meninggal, Islam tetap akan berjaya dan besar, betapa banyak panglima Islam yang gugur namun Islam menjadi berkembang dan besar”.
Seruan tersebut membangkitkan semangat juang pasukan islam. Meraka berhasil unggul dan dapat membunuh panglima tentara Tatar yang bernama Kitbuqa, waqila namanya adalah Katabga.
Kemenangan yang diraih pasukan muslim waktu itu menjadi berita yang besar dan tersebar ke seluruh penjuru dunia. Saifuddin Qutuz rahimahullah menjadi simbol kebanggaan dan menumbuhkan kembali semangat umat yang sempat redup.
Barakallahu Fiikum Ustadz Budi Ashari Lc
LIKE - SHARE - SUBSCRIBE!
YouTube : Saddam Syaikh
Комментарии