filmov
tv
Mantan Sekjen NasDem Bongkar Aib KPK di Zaman Abraham Samad
Показать описание
Please watch: "Menteri BUMN ‘Lindungi’ Jiwasraya, OC Kaligis: Negara Merampok Uang Tabungan Saya"
========================= --~--
Lagi-lagi kebusukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai terbongkar satu persatu. Kali ini mantan Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capella yang membuka aib KPK semasa kepemimpinan Abraham Samad. Hal tersebut diungkap Rio Capella pada kanal YouTube RKN Media yang berjudul “Rio Capella Bongkar Sisi Gelap KPK (Part 1)”.
Rio Capella mengungkap banyaknya barang sitaan KPK di zaman Abraham Samad yang tak jelas juntrungannya. Misalnya saja, mobil mewah Porche milik Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang katanya sudah disita KPK, malah berkeliaran di jalan raya.
Demikian pula ketika Rio Capella menjalani pemeriksaan di KPK, ia melihat pengumuman barang sitaan yang dilelang KPK justru dipasang dalam ruangan kantor KPK—dekat ruangan penyidik, sehingga publik tidak tahu kapan waktu pelelangannya.
“Di lelang tanah 2 hektare di Sukabumi, pemiliknya adalah Luthfi, Ketua PKS. Siapa yang baca? Penyidik, nggak mungkin orang bisa masuk ke akses lantai 2 lantai 5, itu ruang pemeriksaan,” ujarnya.
Kesaksian Rio Capella ini ketika diperiksa oleh KPK selama 6 bulan mondar-mandir di ruang penyidik. “Jadi kerjaan saya 6 bulan di KPK, saya amati ini bagaimana dia kasih pengumuman hanya untuk kalangan dia sendiri. Ini yang beli antar mereka atau irang yang mereka cari-cari, ‘beli tuh murah’,” sambung Rio Capella.
"Persoalan dalam tubuh KPK itu, itu sebenarnya sudah dari dulu," ujar Rio seperti dikutip dari RMOL.ID. Namun pada waktu itu belum ada Dewan Pengawas di tubuh KPK. Hanya ada kode etik yang dibuat ketika adanya pimpinan atau pegawai yang melakukan pelanggaran. Nantinya mereka akan diadili oleh tim etik yang dibuat oleh pimpinan KPK sendiri.
"Saya contohkan misalnya begini, ribut-ribut pertama itu adalah soal tentang Bibit-Chandra pada waktu itu. Bibit-Chandra juga melakukan hal yang sama, melakukan pertemuan dengan Nazaruddin, kemudian mengembalikan uang ke rumah Nazaruddin melalui satpam setelah ribut. Pertemuan misalnya dengan tersangka. Itu semua diakui oleh Bibit-Chandra," urainya.
Hal tersebut, kata Rio, menunjukkan bahwa mekanisme kontrol terhadap pimpinan maupun pegawai KPK tidak ada. Namun semua orang tutup mata pada kesalahan yang dilakukan oleh Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah yang merupakan mantan pimpinan KPK tersebut karena menganggap bahwa KPK adalah benar. Dalam artian isi KPK tidak boleh dikontrol atau "diganggu".
"Itu sebuah anomali kalau tidak ada kontrolnya. Boleh kita memberikan kekuasaan, tapi kan ada batasnya," terang Rio.
Selain itu, persoalan yang dilakukan oleh pimpinan KPK lalu juga terjadi pada Abraham Samad. Bahkan, katanya, lebih parah dari sebelumnya. Kata Rio, terjadi kebocoran surat perintah penyidikan (Sprindik) Anas Urbaningrum. Atas kebocoran itu, tim etik yang dipimpin Abdullah Hehamahua melakukan pemeriksaan kepada Samad.
Kemudian diakui bahwa itu adalah kebocoran sprindik yang sebelumnya belum dikirim tapi sudah menyebar ke mana-mana dan hanya ditandatangani Samad sendirian, tanpa melalui proses diketahui oleh pimpinan yang lain.
“Ketika tim etik mau melakukan kloning terhadap handphone-nya Samad, dia tidak mau pada waktu itu. Ngotot tidak mau, tidak bisa, akhirnya tidak dilakukan," jelas Rio. Padahal, seharusnya dilakukan sesuai prosedur untuk mengetahui isi dari handphone Samad, termasuk dengan siapa saja Samad berhubungan.
"Kemudian terbongkar lagi Samad bertemu dengan teman-teman dari PDIP, ada mas Hasto, ada mas Tjahjo pada waktu itu di Apartemen Kapital di SCBD. Ketahuan dan menjanjikan bahwa Emir Moeis akan mereka hukum ringan dan sebagainya. Itu diakui sendiri oleh mas Hasto," tutur Rio.
Dengan beberapa kejadian KPK masa lalu, kata Rio, beberapa persoalan hilang begitu saja karena tidak adanya kontrol. Hal itu berbeda pada saat ini yang sudah adanya Dewas KPK.
“Pada waktu itu tidak ada kontrol, nggak ada caranya kita untuk kemudian membuat yang dilakukan pimpinan KPK, harus ada sanksinya, pihak luar tidak bisa terlibat, yang bisa terlibat adalah pihak kode etik yang ditunjuk oleh pimpinan KPK," pungkas Rio.
Seperti diketahui, Rio Capella divonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Ia dianggap terbukti menerima hadiah dari Gubernut nonaktif Sumatera Utara, Gatotot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti, untuk mengamankan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Kejaksaan Agung. Selain itu, Rio Capella diwajibkan membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan.
========================= --~--
Lagi-lagi kebusukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai terbongkar satu persatu. Kali ini mantan Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capella yang membuka aib KPK semasa kepemimpinan Abraham Samad. Hal tersebut diungkap Rio Capella pada kanal YouTube RKN Media yang berjudul “Rio Capella Bongkar Sisi Gelap KPK (Part 1)”.
Rio Capella mengungkap banyaknya barang sitaan KPK di zaman Abraham Samad yang tak jelas juntrungannya. Misalnya saja, mobil mewah Porche milik Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang katanya sudah disita KPK, malah berkeliaran di jalan raya.
Demikian pula ketika Rio Capella menjalani pemeriksaan di KPK, ia melihat pengumuman barang sitaan yang dilelang KPK justru dipasang dalam ruangan kantor KPK—dekat ruangan penyidik, sehingga publik tidak tahu kapan waktu pelelangannya.
“Di lelang tanah 2 hektare di Sukabumi, pemiliknya adalah Luthfi, Ketua PKS. Siapa yang baca? Penyidik, nggak mungkin orang bisa masuk ke akses lantai 2 lantai 5, itu ruang pemeriksaan,” ujarnya.
Kesaksian Rio Capella ini ketika diperiksa oleh KPK selama 6 bulan mondar-mandir di ruang penyidik. “Jadi kerjaan saya 6 bulan di KPK, saya amati ini bagaimana dia kasih pengumuman hanya untuk kalangan dia sendiri. Ini yang beli antar mereka atau irang yang mereka cari-cari, ‘beli tuh murah’,” sambung Rio Capella.
"Persoalan dalam tubuh KPK itu, itu sebenarnya sudah dari dulu," ujar Rio seperti dikutip dari RMOL.ID. Namun pada waktu itu belum ada Dewan Pengawas di tubuh KPK. Hanya ada kode etik yang dibuat ketika adanya pimpinan atau pegawai yang melakukan pelanggaran. Nantinya mereka akan diadili oleh tim etik yang dibuat oleh pimpinan KPK sendiri.
"Saya contohkan misalnya begini, ribut-ribut pertama itu adalah soal tentang Bibit-Chandra pada waktu itu. Bibit-Chandra juga melakukan hal yang sama, melakukan pertemuan dengan Nazaruddin, kemudian mengembalikan uang ke rumah Nazaruddin melalui satpam setelah ribut. Pertemuan misalnya dengan tersangka. Itu semua diakui oleh Bibit-Chandra," urainya.
Hal tersebut, kata Rio, menunjukkan bahwa mekanisme kontrol terhadap pimpinan maupun pegawai KPK tidak ada. Namun semua orang tutup mata pada kesalahan yang dilakukan oleh Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah yang merupakan mantan pimpinan KPK tersebut karena menganggap bahwa KPK adalah benar. Dalam artian isi KPK tidak boleh dikontrol atau "diganggu".
"Itu sebuah anomali kalau tidak ada kontrolnya. Boleh kita memberikan kekuasaan, tapi kan ada batasnya," terang Rio.
Selain itu, persoalan yang dilakukan oleh pimpinan KPK lalu juga terjadi pada Abraham Samad. Bahkan, katanya, lebih parah dari sebelumnya. Kata Rio, terjadi kebocoran surat perintah penyidikan (Sprindik) Anas Urbaningrum. Atas kebocoran itu, tim etik yang dipimpin Abdullah Hehamahua melakukan pemeriksaan kepada Samad.
Kemudian diakui bahwa itu adalah kebocoran sprindik yang sebelumnya belum dikirim tapi sudah menyebar ke mana-mana dan hanya ditandatangani Samad sendirian, tanpa melalui proses diketahui oleh pimpinan yang lain.
“Ketika tim etik mau melakukan kloning terhadap handphone-nya Samad, dia tidak mau pada waktu itu. Ngotot tidak mau, tidak bisa, akhirnya tidak dilakukan," jelas Rio. Padahal, seharusnya dilakukan sesuai prosedur untuk mengetahui isi dari handphone Samad, termasuk dengan siapa saja Samad berhubungan.
"Kemudian terbongkar lagi Samad bertemu dengan teman-teman dari PDIP, ada mas Hasto, ada mas Tjahjo pada waktu itu di Apartemen Kapital di SCBD. Ketahuan dan menjanjikan bahwa Emir Moeis akan mereka hukum ringan dan sebagainya. Itu diakui sendiri oleh mas Hasto," tutur Rio.
Dengan beberapa kejadian KPK masa lalu, kata Rio, beberapa persoalan hilang begitu saja karena tidak adanya kontrol. Hal itu berbeda pada saat ini yang sudah adanya Dewas KPK.
“Pada waktu itu tidak ada kontrol, nggak ada caranya kita untuk kemudian membuat yang dilakukan pimpinan KPK, harus ada sanksinya, pihak luar tidak bisa terlibat, yang bisa terlibat adalah pihak kode etik yang ditunjuk oleh pimpinan KPK," pungkas Rio.
Seperti diketahui, Rio Capella divonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Ia dianggap terbukti menerima hadiah dari Gubernut nonaktif Sumatera Utara, Gatotot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti, untuk mengamankan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Kejaksaan Agung. Selain itu, Rio Capella diwajibkan membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan.
Комментарии