filmov
tv
KISAH Jenderal Hoegeng Polisi Rendah Hati, Menolak Pengamanan Khusus, Jaga Ketentraman di Masyarakat
Показать описание
TRI BUN-MEDAN.com - Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Imam Santoso dikenang sebagai sosok Kapolri yang jujur, sederhana, dan berintegritas.
Tak heran bila Hoegang dianggap sebagai sosok yang harus menjadi teladan bagi seluruh personil Korps Bhayangkara.
Lewat autobiografinya yang berjudul "Hoegeng, Polisi Idaman dan Kenyataan", Hoegeng menyatakan, kehadiran seorang polisi semestinya menciptakan ketentraman di tengah masyarakat.
"Saya membayangkan, sebagaimana diajarkan di Akademi dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, bahwa kehadiran soerang atau sejumlah polisi justru mendatangkan rasa tenteram pada masyarakat sekitarnya," kata Hoegeng.
Hoegeng mengatakan, hanya para penjahat atau orang yang berniat jahat yang semestinya takut dan was-was terhadap kehadiran polisi.
Sebab, kata Hoegeng, pada dasarnya seorang polisi adalah pelayan masyarakat untuk menegakkan ketertiban dan keamanan umum di mana pun ia berada.
"Apalagi kalau sedang mengenakan seragam polisi maka kewajiban resminya itu menjadi kongkret di tengah masyarakat: masyarakat berhak menuntut ketertiban dan ketenteraman padanya," kata Heogeng.
Menurut Hoegeng, ketika berada di tengah masyarakat, polisi tetaplah polisi tanpa memandang kedudukan dan pangkatnya.
Bagi Hoegeng, seorang jenderal polisi tak berbeda dengan seorang petugas polisi di lapangan, hanya kewajiban dan tanggungjawabnya yang lebih besar.
Oleh karena itu, Hoegeng tak pernah merasa malu saat turun tangan mengambilalih tugas seorang polisi yang sedang tidak berada di tempat.
"Misalnya jika di suatu prapatan terjadi kemacetan lalu lintas maka kadangkala dengan baju dinas Kapolri saya akan menjalankan tugas seorang polisi lalu lintas di jalanraya! Saya melakukannya dengan ikhlas," ujar dia.
Hal itu Hoegeng lalukan sebagai contoh tentang kecintaan polisi akan tugasnya sekaligus memberi peringatan secara halus kepada polisi yang lalai dan malas.
Dalam kesehariannya sebagai Kapolri, Hoegeng pun tetap menunjukkan dirinya sebagai seorang polisi biasa.
Setiap hari, ia tiba di kantornya pada pukul 07.00 pagi ketika banyak staf dan bawahannya justru belum tiba di kantor.
Hoegeng pun tidak menempuh rute yang sama dalam perjalanan ke kantor agar mendapat gambaran susasana kehidupan sekaligus menginspeksi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan tugas kepolisian.
"Dengan demikian maka saya tahu kondisi jalan raya, kepadatan lalu lintas, tapi juga kesiagaan polisi lalu lintasnya," kata Heogeng.
Hoegeng melanjutkan, setiap hari-hari besar, para pimpinan Porli pun turun ke pusat-pusat keramaian untuk menunjukkan tanggungjawab Polri dalam memelihara ketertiban dan keamanan umum.
Hoegeng juga menolak fasilitas pengamanan khusus di rumahnya demi menciptakan kesan bahwa rumah seorang polisi adalah tempat mengadu masyarakat.
"Saya tak ingin rumah saya nampak angker, atau membuat risi (segan) orang yang ingin datang. Kalau demikian, maka saya merasa tak enak, sebab merasa terisolasi atau mengisolasi diri," kata Hoegeng.