filmov
tv
HUBUNGAN BAIK INDONESIA DAN UNI SOVIET MEMBUAT MASYARAKAT SERENTAK MENDUKUNG RUSIA DALAM INVASI
Показать описание
Hubungan baik indonesia dan uni soviet membuat masyarakat serentak mendukung rusia dalam invasi.
Presiden Rusia Vladimir Putin memulai operasi militer terhadap Ukraina pada 24 Februari 2022 dan hingga saat ini belum ada tanda-tanda invasi tersebut akan selesai dalam waktu dekat.
Invasi yang dilancarkan di negara di Eropa timur tersebut berpengaruh signifikan terhadap publik dunia, termasuk Indonesia. Walaupun wilayah perang berada nun jauh di Ukraina, arus informasi yang begitu cepat juga menjangkau di Indonesia, negara di kawasan Asia Tenggara yang 86% populasinya menganut agama Islam.
Dalam perang Rusia-Ukraina ini, tidak sedikit netizen Indonesia yang mendukung Presiden Rusia Vladimir Putin. Aknolt Kristian Pakpahan, dosen Ilmu Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Katolik Parahyangan di Bandung menjelaskan kepada DW Indonesia mengenai kelihaian Rusia dalam menjalankan strategi yang dikenal dengan nama DIME.
DIME atau Diplomacy, Information, Military, and Economy adalah strategi untuk menghindari kegiatan yang kontraproduktif dan bertentangan selama operasi taktis dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini secara terkoordinasi selama perencanaan dan pelaksanaan misi.
Di lain pihak, sebagian masyarakat Indonesia mempersepsikan Amerika Serikat (AS) sebagai negara yang selalu berseberangan dengan Rusia. Negeri Paman Sam ini pernah ikut berkonflik di Timur Tengah, Afghanistan. Hal ini semakin menguatkan sikap anti-Barat atau AS di Indonesia, kata Aknolt lebih lanjut.
Selain itu, Aknolt menuturkan bahwa sosok Presiden Rusia Vladimir Putin juga berkontribusi dalam pembentukan persepsi masyarakat Indonesia. Putin yang berusia 69 tahun digambarkan sebagai sosok ideal seorang pemimpin.
Faktor kepemimpinan tersebut berseberangan dengan citra Presiden Ukraina Volodymyr Oleksandrovych Zelenskyy yang berlatar belakang seorang komedian. Malah, citra komedian ini terus dilekatkan kepada Presiden Zelenskyy oleh media Rusia. "Itulah pentingnya DIME berperan dalam membentuk persepsi masyarakat," ujar Aknolt kepada DW Indonesia.
Aknolt pun menyayangkan sebagian publik Indonesia yang salah mengartikan konflik di Eropa Timur sebagai pertarungan Rusia dengan barat. Orang tidak melihat sebagai konflik antara Rusia dengan Ukraina.
Tidak dipungkiri bahwa faktor sejarah kedekatan Uni Soviet dengan Indonesia juga berperan dalam pembentukan persepsi sebagian publik di Indonesia. Pada era perang dingin yang dimulai pada tahun 1947 dan berakhir pada 1991, hubungan Indonesia dengan Uni Soviet bisa dikatakan cukup mesra. Indonesia yang baru merdeka di tahun 1945 tentu belum memiliki pamor di kancah internasional kala itu.
Namun, Presiden Soekarno dengan tegas mengukuhkan politik internasional bebas aktif yang tidak mendukung salah satu blok, baik barat atau timur. Hal itu ditandai dengan deklarasi Gerakan Non-Blok (GNB) yang pertama kali diperkenalkan pada Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. Setelah itu dilanjutkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok pertama yang diselenggarakan pada September 1961, di Beograd, Yugoslavia.
Kendati tidak berpihak, pemerintah Indonesia tetap menjalin hubungan mesra dengan Uni Soviet. Pada masa Orde Lama, Presiden Soekarno mempelopori hubungan diplomatik ketika bertemu Perdana Menteri Uni Soviet saat itu, Nikita Kruschev, pada tahun 1956.
Sebagai contoh Kapal Perang Republik Indonesia 201 didatangkan dari Uni Soviet yang bernama awal Ordzhonikidze (301) pada tahun 1961. Uni Soviet pun turut berkontribusi pada pembangunan stadion Gelora Bung Karno (GBK) jelang Asian Games pada tahun 1962.
Lembaga pemantau dan analisa digital Evello menyatakan sebagai besar orang Indonesia awalnya tidak begitu tertarik pada konflik antara Rusia dan Ukraina dan lebih khawatir terhadap kenaikan harga.
Dalam pantauan sepanjang 24 Februari hingga 14 Maret 2022 di Instagram, Tiktok, Twitter, dan Youtube, perhatian pengguna media sosial Indonesia akan konflik mulai meningkat, kata pendiri Evello, Dudy Rudianto.
Sebanyak 96 ribu artikel berita, disebut Dudy, telah dibagikan ke jejaring Facebook Indonesia, baik melalui halaman Facebook, group, hingga akun pribadi.
Angka tayang beragam video serangan militer Rusia ke Ukraina di Youtube pun meningkat drastis, mencapai 554 juta views dengan 2,3 juta komentar, sementara di Instagram video konflik telah dilihat 72 juta kali dengan komentar 727 ribu.
Platform Tiktok, invasi Rusia telah ditonton 526 juta dan di Twitter terdapat 22 ribu akun yang membicarakan konflik.
Sementara itu, diplomat Rusia dan Ukraina di Indonesia berusaha menarik dukungan dari rakyat Indonesia, khususnya umat Islam.
Presiden Rusia Vladimir Putin memulai operasi militer terhadap Ukraina pada 24 Februari 2022 dan hingga saat ini belum ada tanda-tanda invasi tersebut akan selesai dalam waktu dekat.
Invasi yang dilancarkan di negara di Eropa timur tersebut berpengaruh signifikan terhadap publik dunia, termasuk Indonesia. Walaupun wilayah perang berada nun jauh di Ukraina, arus informasi yang begitu cepat juga menjangkau di Indonesia, negara di kawasan Asia Tenggara yang 86% populasinya menganut agama Islam.
Dalam perang Rusia-Ukraina ini, tidak sedikit netizen Indonesia yang mendukung Presiden Rusia Vladimir Putin. Aknolt Kristian Pakpahan, dosen Ilmu Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Katolik Parahyangan di Bandung menjelaskan kepada DW Indonesia mengenai kelihaian Rusia dalam menjalankan strategi yang dikenal dengan nama DIME.
DIME atau Diplomacy, Information, Military, and Economy adalah strategi untuk menghindari kegiatan yang kontraproduktif dan bertentangan selama operasi taktis dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini secara terkoordinasi selama perencanaan dan pelaksanaan misi.
Di lain pihak, sebagian masyarakat Indonesia mempersepsikan Amerika Serikat (AS) sebagai negara yang selalu berseberangan dengan Rusia. Negeri Paman Sam ini pernah ikut berkonflik di Timur Tengah, Afghanistan. Hal ini semakin menguatkan sikap anti-Barat atau AS di Indonesia, kata Aknolt lebih lanjut.
Selain itu, Aknolt menuturkan bahwa sosok Presiden Rusia Vladimir Putin juga berkontribusi dalam pembentukan persepsi masyarakat Indonesia. Putin yang berusia 69 tahun digambarkan sebagai sosok ideal seorang pemimpin.
Faktor kepemimpinan tersebut berseberangan dengan citra Presiden Ukraina Volodymyr Oleksandrovych Zelenskyy yang berlatar belakang seorang komedian. Malah, citra komedian ini terus dilekatkan kepada Presiden Zelenskyy oleh media Rusia. "Itulah pentingnya DIME berperan dalam membentuk persepsi masyarakat," ujar Aknolt kepada DW Indonesia.
Aknolt pun menyayangkan sebagian publik Indonesia yang salah mengartikan konflik di Eropa Timur sebagai pertarungan Rusia dengan barat. Orang tidak melihat sebagai konflik antara Rusia dengan Ukraina.
Tidak dipungkiri bahwa faktor sejarah kedekatan Uni Soviet dengan Indonesia juga berperan dalam pembentukan persepsi sebagian publik di Indonesia. Pada era perang dingin yang dimulai pada tahun 1947 dan berakhir pada 1991, hubungan Indonesia dengan Uni Soviet bisa dikatakan cukup mesra. Indonesia yang baru merdeka di tahun 1945 tentu belum memiliki pamor di kancah internasional kala itu.
Namun, Presiden Soekarno dengan tegas mengukuhkan politik internasional bebas aktif yang tidak mendukung salah satu blok, baik barat atau timur. Hal itu ditandai dengan deklarasi Gerakan Non-Blok (GNB) yang pertama kali diperkenalkan pada Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. Setelah itu dilanjutkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok pertama yang diselenggarakan pada September 1961, di Beograd, Yugoslavia.
Kendati tidak berpihak, pemerintah Indonesia tetap menjalin hubungan mesra dengan Uni Soviet. Pada masa Orde Lama, Presiden Soekarno mempelopori hubungan diplomatik ketika bertemu Perdana Menteri Uni Soviet saat itu, Nikita Kruschev, pada tahun 1956.
Sebagai contoh Kapal Perang Republik Indonesia 201 didatangkan dari Uni Soviet yang bernama awal Ordzhonikidze (301) pada tahun 1961. Uni Soviet pun turut berkontribusi pada pembangunan stadion Gelora Bung Karno (GBK) jelang Asian Games pada tahun 1962.
Lembaga pemantau dan analisa digital Evello menyatakan sebagai besar orang Indonesia awalnya tidak begitu tertarik pada konflik antara Rusia dan Ukraina dan lebih khawatir terhadap kenaikan harga.
Dalam pantauan sepanjang 24 Februari hingga 14 Maret 2022 di Instagram, Tiktok, Twitter, dan Youtube, perhatian pengguna media sosial Indonesia akan konflik mulai meningkat, kata pendiri Evello, Dudy Rudianto.
Sebanyak 96 ribu artikel berita, disebut Dudy, telah dibagikan ke jejaring Facebook Indonesia, baik melalui halaman Facebook, group, hingga akun pribadi.
Angka tayang beragam video serangan militer Rusia ke Ukraina di Youtube pun meningkat drastis, mencapai 554 juta views dengan 2,3 juta komentar, sementara di Instagram video konflik telah dilihat 72 juta kali dengan komentar 727 ribu.
Platform Tiktok, invasi Rusia telah ditonton 526 juta dan di Twitter terdapat 22 ribu akun yang membicarakan konflik.
Sementara itu, diplomat Rusia dan Ukraina di Indonesia berusaha menarik dukungan dari rakyat Indonesia, khususnya umat Islam.
Комментарии