filmov
tv
Bedah Editorial MI - Firli Bahuri, Sudahlah
Показать описание
MetroTV, Tujuan penegakan hukum ialah mewujudkan ketertiban hukum, kepastian hukum, keadilan hukum, dan kemanfaatan dalam masyarakat. Demikian pula dengan pemberantasan korupsi, sebagai bagian dari penegakan hukum harus memenuhi aspek-aspek tersebut. Operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi adalah salah satu strategi pemberantasan korupsi. Bukan untuk gagah-gagahan, melainkan sebagai upaya serius memberangus praktik rasuah di negeri ini.
KPK saat ini di bawah sang komandan Firli Bahuri tidak menghadirkan spirit penegakan hukum yang sebenar-benarnya. Spirit yang semestinya dilandasi etos, norma, dan etika kerja sebagai insan yang berada di garis depan perang melawan penggarongan uang negara. Sejak awal memimpin, pensiunan perwira tinggi Polri berbintang tiga itu sudah dirundung pelanggaran etik. Belum lagi serangkaian pelanggaran etik yang dilakukan komisioner KPK lainnya.
Penyingkiran pegawai yang dianggap berseberangan dengan pimpinan KPK melalui tes wawasan kebangsaan abal-abal menjadi salah satu tonggak sejarah pengerdilan lembaga pemberantasan korupsi ini. Walhasil, kehebohan demi kehebohan pun terjadi pada lembaga tinggi negara bidang hukum yang sudah masuk rumpun eksekutif ini.
Kehebohan terbaru ialah OTT dalam kasus dugaan korupsi di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Semula publik berdecak kagum dengan OTT yang menjerat Kepala Basarnas Masekal Madya Henri Alfiandi itu. Henri diduga menerima suap Rp88,3 miliar dari beberapa proyek di Basarnas sejak 2021 hingga 2023. KPK juga menetapkan anak buah Henri, Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto, sebagai tersangka. Di samping itu, KPK menersangkakan tiga orang dari pihak swasta yang mengikuti tender elektronik akal-akalan pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas.
Akan tetapi, kekaguman publik pun sirna ketika Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf dan mengakui ada kekhilafan yang dilakukan bawahannya, penyelidik dan penyidik KPK, terkait proses hukum dugaan korupsi yang melibatkan Henri dan Arif. Johanis mengakui pihaknya tidak berkoordinasi dengan Puspom TNI sesuai ketentuan yang berlaku. Hal itu disampaikan Johanis setelah sejumlah pejabat tinggi TNI yang dipimpin oleh Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko mendatangi Gedung Merah Putih KPK.
Selanjutnya, publik dibuat bingung dengan pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Puspom TNI saat gelar perkara kasus Basarnas. Bahkan, kata Firli, saat itu tak ada keberatan dari Puspom TNI perihal pemberian status tersangka kepada dua perwira TNI aktif, yaitu Masekal Madya Henri Alfiandi dan Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto.
Entah mana yang benar, Johanis Tanak atau Firli Bahuri. Namun, saat konferensi pers setelah OTT apabila terkait dengan lembaga lain, terutama penegak hukum, lazimnya mereka ikut dihadirkan. Seyogianya jika KPK sudah berkoordinasi, unsur TNI perlu dilibatkan. Hal itu perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa KPK dan TNI sudah berkoordinasi. Selain itu, perlu ada konferensi pers bersama pasca-OTT untuk menunjukkan bahwa tak ada kompromi bagi TNI terhadap praktik lancung yang dilakukan anggotanya meskipun perwira tinggi berbintang tiga.
Kondisi KPK ibarat sapu kotor yang tercerai-berai. Dengan integritas yang lemah, kapasitas yang mentah, dan soliditas yang payah, sudah selayaknya Firli Bahuri dan kawan-kawan mengundurkan diri dari jabatan. Pemerintah harus meninjau kembali rencana perpanjangan jabatan Firli Bahuri dkk hingga 2024.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperpanjang masa jabatan menjadi 5 tahun tidak menjelaskan kapan diberlakukan, apakah periode saat ini atau periode mendatang. Seharusnya pemerintah berkonsultasi dengan DPR apabila ingin memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini karena kewenangan tersebut milik pembuat undang-undang, yakni DPR RI.
Kalau melihat ketidakpastian perihal prosedur OTT di kasus Basarnas yang melibatkan anggota TNI, semestinya Dewan Pengawas KPK turun tangan memeriksa. Apa pun keputusan Dewas KPK, pengusutan kasus tersebut harus dilanjutkan.
Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan unsur militer diproses tuntas secara koneksitas. Akan tetapi, dalam perkara lain seperti pengadaan helikopter AW-101 periode 2015-2017, kasusnya lenyap bak ditelan bumi. Itu terjadi setelah Puspom TNI menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
#firlibahuri #kpk #basarnas #korupsi #Metrotv #topreviewmetrotv
-----------------------------------------------------------------------
Follow juga sosmed kami untuk mendapatkan update informasi terkini!
KPK saat ini di bawah sang komandan Firli Bahuri tidak menghadirkan spirit penegakan hukum yang sebenar-benarnya. Spirit yang semestinya dilandasi etos, norma, dan etika kerja sebagai insan yang berada di garis depan perang melawan penggarongan uang negara. Sejak awal memimpin, pensiunan perwira tinggi Polri berbintang tiga itu sudah dirundung pelanggaran etik. Belum lagi serangkaian pelanggaran etik yang dilakukan komisioner KPK lainnya.
Penyingkiran pegawai yang dianggap berseberangan dengan pimpinan KPK melalui tes wawasan kebangsaan abal-abal menjadi salah satu tonggak sejarah pengerdilan lembaga pemberantasan korupsi ini. Walhasil, kehebohan demi kehebohan pun terjadi pada lembaga tinggi negara bidang hukum yang sudah masuk rumpun eksekutif ini.
Kehebohan terbaru ialah OTT dalam kasus dugaan korupsi di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Semula publik berdecak kagum dengan OTT yang menjerat Kepala Basarnas Masekal Madya Henri Alfiandi itu. Henri diduga menerima suap Rp88,3 miliar dari beberapa proyek di Basarnas sejak 2021 hingga 2023. KPK juga menetapkan anak buah Henri, Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto, sebagai tersangka. Di samping itu, KPK menersangkakan tiga orang dari pihak swasta yang mengikuti tender elektronik akal-akalan pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas.
Akan tetapi, kekaguman publik pun sirna ketika Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf dan mengakui ada kekhilafan yang dilakukan bawahannya, penyelidik dan penyidik KPK, terkait proses hukum dugaan korupsi yang melibatkan Henri dan Arif. Johanis mengakui pihaknya tidak berkoordinasi dengan Puspom TNI sesuai ketentuan yang berlaku. Hal itu disampaikan Johanis setelah sejumlah pejabat tinggi TNI yang dipimpin oleh Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko mendatangi Gedung Merah Putih KPK.
Selanjutnya, publik dibuat bingung dengan pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Puspom TNI saat gelar perkara kasus Basarnas. Bahkan, kata Firli, saat itu tak ada keberatan dari Puspom TNI perihal pemberian status tersangka kepada dua perwira TNI aktif, yaitu Masekal Madya Henri Alfiandi dan Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto.
Entah mana yang benar, Johanis Tanak atau Firli Bahuri. Namun, saat konferensi pers setelah OTT apabila terkait dengan lembaga lain, terutama penegak hukum, lazimnya mereka ikut dihadirkan. Seyogianya jika KPK sudah berkoordinasi, unsur TNI perlu dilibatkan. Hal itu perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa KPK dan TNI sudah berkoordinasi. Selain itu, perlu ada konferensi pers bersama pasca-OTT untuk menunjukkan bahwa tak ada kompromi bagi TNI terhadap praktik lancung yang dilakukan anggotanya meskipun perwira tinggi berbintang tiga.
Kondisi KPK ibarat sapu kotor yang tercerai-berai. Dengan integritas yang lemah, kapasitas yang mentah, dan soliditas yang payah, sudah selayaknya Firli Bahuri dan kawan-kawan mengundurkan diri dari jabatan. Pemerintah harus meninjau kembali rencana perpanjangan jabatan Firli Bahuri dkk hingga 2024.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperpanjang masa jabatan menjadi 5 tahun tidak menjelaskan kapan diberlakukan, apakah periode saat ini atau periode mendatang. Seharusnya pemerintah berkonsultasi dengan DPR apabila ingin memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini karena kewenangan tersebut milik pembuat undang-undang, yakni DPR RI.
Kalau melihat ketidakpastian perihal prosedur OTT di kasus Basarnas yang melibatkan anggota TNI, semestinya Dewan Pengawas KPK turun tangan memeriksa. Apa pun keputusan Dewas KPK, pengusutan kasus tersebut harus dilanjutkan.
Sejumlah kasus korupsi yang melibatkan unsur militer diproses tuntas secara koneksitas. Akan tetapi, dalam perkara lain seperti pengadaan helikopter AW-101 periode 2015-2017, kasusnya lenyap bak ditelan bumi. Itu terjadi setelah Puspom TNI menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
#firlibahuri #kpk #basarnas #korupsi #Metrotv #topreviewmetrotv
-----------------------------------------------------------------------
Follow juga sosmed kami untuk mendapatkan update informasi terkini!
Комментарии