JANGAN MUDAH MEMBIDAHKAN SESUATU.#uahmotivasi #uah2021 #uah

preview_player
Показать описание
وإيَّاكم ومحدثات الأمور؛ فإنَّ كلَّ محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة

Artinya: Berhati-hatilah kalian dari sesuatu yang baru, karena setiap hal yang baru adalah bid`ah dan setipa bid`ah adalah sesat”. (HR. Ahmad No 17184).

Pemahaman Hadits ini bisa salah apabila tidak dikaitkan dengan Hadits yang lain, yaitu,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Artinya:Siapa saja yang membuat sesuatu yang baru dalam masalah kami ini, yang tidak bersumber darinya, maka dia ditolak. (HR al-Bukhori No 2697)

Ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan أمرنا dalam hadits di atas adalah urusan agama, bukan urusan duniawi, karena kreasi dalam masalah dunia diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat. Sedangkan kreasi apapun dalam masalah agama adalah tidak diperbolehkan. (Yusuf al-Qaradhawi, Bid`ah dalam Agama, hal 177)

Dengan demikian, maka makna hadits di atas adalah “Barang siapa berkereasi dengan memasukkan sesuatu yang sesungguhnya bukan agama, lalu diagamakan, maka sesuatu itu merupakan hal yang ditolak”

Dapat dipahami bahwa bid`ah yang dhalalah (sesat) dan yang mardudah (yang tertolak) adalah bid`ah diniyah. Namun banyak orang yang tidak bisa membedakan antara amaliyah keagamaan dan instrumen keagamaan. Sama halnya dengan orang yang tidak memahami format dan isi, sarana dan tujuan. Akibat ketidakpahamannya, maka dikatakan bahwa perayaan maulid Nabi sesat, membaca Al-Qur’an bersama-sama sesat dan seterusnya. Padahal perayaan maulid hanyalah merupakan format, sedangkan hakikatnya adalah bershalawat, membaca sejarah perjuangan Rasulullah, melantunkan ayat Al-Qur’an, berdoa bersama dan kadang diisi dengan ceramah agama yang mana perbuatan-perbuatan semacam ini sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an maupun Hadits.

Dan lafadz كل pada hadits tentang bid`ah di atas adalah lafadz umum yang ditakhsis. Dalam Al-Qur’an juga ditemukan beberapa lafadz كل yang keumumannya di takhsis. Salah satu contohnya adalah ayat 30 Surat al-Anbiya`:

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَي

Artinya: Dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup itu dari air. (QS al-Anbiya': 30)

Kata segala sesuatu pada ayat ini tidak dapat diartikan bahwa semua benda yang ada di dunia ini tecipta dari air, tetapi harus diartikan sebagian benda yang ada di bumi ini tercipta dari air. Sebab ada benda-benda lain yang diciptakan tidak dari air, namun dari api, sebagaimana firman Allah dalam Surat ar-Rahman ayat 15:

وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَار

Artinya: Dan Allah menciptakan jin dari percikan api yang menyala.

Berkenaan dengan hukum perayaan maulid, As-Suyuthi dalam al-Hawi lil Fatawi menyebutkan redaksi sebagai berikut:

أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً" وَقَالَ: "وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ.

“Hukum Asal peringatan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari kaum Salaf saleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian peringatan maulid mengandung kebaikan dan lawannya, jadi barangsiapa dalam peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik saja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid’ah hasanah”. Al-Hafizh Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang tsabit (Shahih)”.
Dalil-dalil Syar`i Perayaan Maulid Nabi

Di antara dalil perayaan maulid Nabi Muhammad menurut sebagian Ulama` adalah firman Allah:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Artinya: “Katakanlah, dengan anugerah Allah dan rahmatNya (Nabi Muhammad Saw) hendaklah mereka menyambut dengan senang gembira.” (QS.Yunus: 58)

Ayat ini menganjurkan kepada umat Islam agar menyambut gembira anugerah dan rahmat Allah. Terjadi perbedaan pendapat diantara ulama dalam menafsiri الفضل dan الرحمة. Ada yang menafsiri kedua lafadz itu dengan Al-Qur’an dan ada pula yang memberikan penafsiran yang berbeda.

Abu Syaikh meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa yang dimaksud dengan الفضل adalah ilmu, sedangkan الرحمة adalah Nabi Muhammad SAW. Pendapat yang masyhur yang menerangkan arti الرحمة dengan Nabi SAW ialah karena adanya isyarat firman Allah SWT yaitu,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Artinya: “Kami tidak mengutus engkau melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Ambiya’:107).”[Abil Fadhol Syihabuddin Al-Alusy, Ruhul Ma’ani, Juz 11,
Рекомендации по теме