Pilkada Tak Langsung Perlu Dikaji Lebih Dalam

preview_player
Показать описание
Wacana mengubah pilkada langsung, menjadi tidak langsung dan selektif, muncul setelah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, menggelar rapat kerja dengan komisi II DPR. Dalam evaluasi mendagri, pilkada langsung memiliki mudarat, antara lain banyaknya kepala daerah yang terjerat korupsi sebagai akibat biaya politik yang mahal. Menurut Tito, perlu riset akademik untuk mengkaji dampak positif maupun negatif pilkada langsung.


Wacana yang diutarakan oleh mendagri, menuai kritik dari kalangan dari presiden PKS, Sohibul Iman. Pemilihan kepala daerah melalui DPRD seperti di masa lalu, dinilai justru akan melanggengkan praktik oligarki kekuasaan.

Gubernur Jateng yang juga politisi PDIP, Ganjar Pranowo, juga kurang setuju dengan wacana kembali ke pilkada tidak langsung. Menurut Ganjar, praktik suap perpotensi muncul kembali, jika pelaksanaan pilkada digelar tidak langsung. 9provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota, akan menggelar pilkada serentak tahun 2020. Selain dari sisi legislasi yang sudah mepet, wacana pilkada tidak langsung harus dikaji mendalam, karena berpotensi sebagai kemunduran demokrasi.

Wacana pilkada tidak langsung muncul karena ada penilaian mendagri, bahwa pilkada langsung menimbulkan dampak konflik dan praktik korupsi akibat biaya politik yang tinggi. Sementara, pilkada tak langsung juga dinilai sebuah kemunduran demokrasi.

Untuk membahasnya, di studio telah hadir ketua komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia. Direktur penataan daerah, otonomi khusus, dan dewan pertimbangan otonomi daerah kemendagri, Andi Bataralifu. Serta peneliti dari perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi, perludem, Fadil Ramadhani,

Media social Kompas TV:
Рекомендации по теме
Комментарии
Автор

Kini KPK ikutan usul ini. KPK bukan MK bukan MA. Yudikatif tugasnya menyeimbangkan Eksekutif dan legislatif. DPR sebaiknya, karena dipilih rakyat, lebih hati-hati merespon. Karena ini terkait hak konstitusional warga negara. Sementara KPK, walau lembaga negara, mungkin erasa lebih bebas bersuara karena tidak punya tanggungjawab konstituensi. Satu komisoner KPK tidak mewakili ribuan orang seperti satu orang anggota DPR. Jadi legitimasi dan tanggungjawab politiknya tidak sebesar DPR RI. Apakah dipilih langsung ada jaminan tidak ada suap, politik uang dll.? Tidak ada. Justru DPR yang bisa beresiko, misal, penunjukkan gubernur dan bupati/walikota mensyaratkan persetujuan DPR (layaknya di Amerika Serikat, dimana menteri dan jabatan tinggi lain, penunjukkannya memerlukan persetujuan Senat).

NKRI-xmqn